ORANG mengenal Pulau Kisar, bukan hanya sebagai salah satu lokasi kecamatan tertua di Provinsi Maluku. Sejak periode 1926 setelah lama bergabung di Provinsi NTT, wilayah ini masuk Kabupaten Malra, dan diberi nama Kecamatan Pulau-pulau Terselatan.
Di pulau yang berbatasan langsung dengan Timor Leste itu juga berjejer panorama alam yang indah dan menajubkan bak pemandangan alam Israel.
Selain Pantai Uhum, dan Pantai Portuki yang mirip Pintu Kota Ambon di Desa Purpura, Pantai Nama, Pantai Intutun, Pantai Malara, Pantai Jawalang, Pantai Kiou, serta Pantai Kiasar, nama Bukit Doa pun telah mulai melegenda dalam kehidupan orang Kisar hingga ratusan tahun silam. Bukit Doa Lekewain di petuanan Oirata dan Romleher Selatan, Wonreli, kini menjadi salah satu ikon pengembangan wisata Kisar dan MBD.
Dulunya di lokasi yang berhadapan langsung dengan Timor Leste, dijadikan tempat penyembahan berhala atau di atasnya menjadi pergulatan ’’kuasa-kuasa kegelapan’’ (black magic) yang datang dari berbagai penjuru dunia maupun Maupora.
Akan tetapi, berangsur-angsur lokasi ini ’’dibersihkan’’ dari pengaruh kuasa-kuasa kegelapan dan kemudian dijadikan tempat perhelatan kebaktian kebangkitan rohani (KKR) atau lokasi wisata rohani yang menyenangkan hati.
Dalam sejumlah pergumulan yang bertujuan menelusuri jejak-jejak kehidupan di Pulau berjuluk Yotowawa ini, Jopy Patty ketika menjabat caretaker Bupati MBD (2008-2009),akhirnya mendapati inspirasi dan menjadikan lokasi ini sebagai tempat wisata rohani, khusus untuk kebaktian rohani dan meditasi.
Selain menarik untuk dijadikan lokasi ibadah, tempat ini pun menawarkan keindahan dan pesona tersendiri bagi para pengunjung untuk honey moon (bulan madu), resepsi pernikahan, wisata alam, sharing informasi, maupun kegiatan lain yang berbuntut pada pelestarian alam sekitar.
Para peserta ’’Sail Banda 2010’’ berdecak kagum ketika datang mengunjungi lokasi yang satu ini. Tak perlu susah-susah datang ke tempat ini. Cukup dengan berkendara umum—-karena jarak dari pusat ibu kota Wonreli ke lokasi wisata ini hanya sekira 8 km—para pengunjung cepat sampai di lokasi wisata ini.
Sampai-sampai karena keunikan dan keindahan panorama Pulau Kisar, meski terlihat tandus, membuat jatuh hati mantan caretaker Bupati MBD (2009-2011) Angelos ’’Angky’’ Renjaan ketika pertama kali menginjakkan kaki di pulau yang memiliki luas 117,59 km persegi itu persis ketika dia baru saja menerima tongkat estafet pemerintahan dari Jacob ’’Jopy’’ Patty di Kisar pada 18 September 2009.
Mantan Kepala Inspektorat Pemprov Maluku itu begitu terhipnotis ketika melihat langsung eksotisme pulau Kisar dari udara sebelum pesawat yang dia tumpangi mendarat (landing) di Lapter Jhon Bakker, Desa Purpura, Kecamatan Pulau-pulau Terselatan. ’’Pulau ini (Kisar) mirip Israel,’’ kesannya kala itu kepada penulis di ruang kerjanya.
Menurut Renjaan, ada sejumlah similaritas (kesamaan) antara Pulau Kisar dan Israel. Di antaranya dari aspek topografi, baik Israel maupun Kisar sama-sama memiliki bukit-bukit tandus, warganya sama-sama beternak kambing dan domba, kemiripan pohon koli di Kisar dan pohon kurma di Israel, juga soal keberadaan pohon ara dan kacang kakara yang dikisahkan dalam INJIL (Perjanjian Lama) juga banyak tumbuh dan dibudidayakan di Kisar. Bahkan, di pulau atol ini ada beberapa penduduk yang disebut-sebut merupakan keturunan Yahudi dari Israel sana.
Karena itu, Renjaan mengusulkan, baiknya Kisar dijadikan Kota Wisata Rohani Dunia (World Spiritual Tourism City). ’’Sebab, daripada jauh-jauh ke Israel, lebih baik datang ke Kisar, karena di sini alamnya cocok dan persis dengan Israel untuk wisata rohani,’’ bandingnya memberikan motivasi.
Sementara itu, Bupati MBD Barnabas N. Orno menyatakan salah satu hal yang perlu mendapat perhatian pihaknya adalah bagaimana mengimplementasikan budaya nyholi/honoli serta semangat persaudaraan kalwedo berdasarkan akar peradaban budaya patra (tatra) liona, mede melai sebagai wujud pembangunan dari aspek budaya, etika dan moral, agar menampakkan pada Indonesia dan dunia bahwa MBD adalah kabupaten berbudaya serta telah memiliki tatanan kehidupan sejak para leluhur.
Orno mengatakan, setelah memfungsikan Tiakur di Pulau Moa, sebagai ibu kota de jure Kabupaten MBD, pemerintah setempat tentunya bersama DPRD akan menempuh langkah-langkah kebijakan selanjutnya untuk mendesain Pulau Kisar agar ke depan benar-benar menjadi sebuah kota budaya, sehingga dapat mencirikan masyarakat MBD sebagai masyarakat yang berbudaya. (RONY SAMLOY)
Tambahkan komentar