Langgur, Tribun Maluku : Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara melanjutkan pembangunan Masjid Agung Al-Muhajirin yang terletak di Kompleks Pemda, Kelurahan Ohoijang-Watdek, Kecamatan Kei Kecil.
Lanjutan pembangunan dilakukan melalui acara launching pengerjaan lanjutan, pada Kamis (3/3/2022) di pelataran masjid tersebut.
Bupati Malra M. Thaher Hanubun, Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Undang Mugopal, Wakil Ketua MUI Maluku, Wakil Uskup Wilayah Kei Kecil dan Kota Tual, Ketua MUI Malra, Ketua Klasis Jemaat GPM Wilayah Kei Kecil dan Kota Tual, menandai pengerjaan lanjutan dengan ikut mengecor pelataran Masjid.
Usai itu, Bupati bersama rombongan meninjau Masjid Raya Maluku Tenggara itu, mulai dari luar hingga ke dalam masjid.
Sebelumnya, dalam sambutan Bupati Thaher mengatakan bahwa ia tidak ingin pada masa pemerintahannya pembangunan masjid tersebut tidak selesai.
“Jangan sampai hingga akhir masa jabatan saya, tanggal 31 Oktober 2023 tidak selesai, bahkan seterusnya tidak selesai, hanya karena perkara (hukum). Karena perkara itu kalau ada yang kalah pasti banding, dan seterusnya,” kata Bupati.
Ia menjelaskan, pembangunan Masjid Agung Al-Muhajirin yang dilakukan oleh panitia sebelumnya sejak 2016 menggunakan anggaran sebesar Rp14,6 miliar. Bahkan sisa anggaran sebesar Rp705 juta sudah ditransfer kembali ke pihak ketiga beberapa hari lalu sesuai petunjuk kejaksaan.
Kini, lanjut Bupati, panitia lama sudah dibubarkan. Ia telah membentuk panitia yang baru.
“Kami sudah hitung anggarannya. Anggaran yang sudah ada sekarang Rp500 juta, peninggalan yang lama. Dan Rp1,5 miliar lagi sudah dianggarkan di APBD untuk tahun ini. Termasuk Rp1 miliar untuk rumah imam. Nanti kami usaha yang lain lagi, karena jika dilihat dananya akan membengkak,” kata Bupati menjelaskan anggaran pengerjaan lanjutan.
Usai menyampaikan sambutan, Bupati menyerahkan dokumen teknis pembangunan masjid yang dilakukan panitia sebelumnya, dan rencana pembangunan oleh panitia yang baru, kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Undang Mugopal.
Kepada Kajati, Bupati juga menceritakan tentang kebiasaan umat beragama di Kei, yang mana pembangunan masjid atau gereja pasti melibatkan umat Muslim dan Kristen.
“Kalau ada pembangunan rumah ibadah, kami semua bersama-sama, tanpa membedakan mana yang Muslim, mana yang Kristen. Kami bersatu untuk membangun. Itulah keberadaan kami masyarakat Kei. Dan itu jarang sekali dimiliki daerah lain,” pungkas Bupati.