Ambon, Tribun-Maluku.com : Pemerintah Kota Ambon dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Maluku berkoordinasi mendatangkan tim ahli untuk mengkaji kondisi Teluk Ambon.
“Kami telah berkoordinasi dengan LIPI untuk mendatangkan para ahli untuk mengkaji kondisi teluk Ambon, yakni antisipasi pencemaran dan penyelamatan,” kata Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy, Selasa (17/6).
Menurut dia setiap lembaga baik LIPI, fakultas Perikanan Universitas Pattimura memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang kondisi Teluk Ambon, sehingga dibutuhkan tim ahli untuk melakukan kajian.
“Pemkot Ambon dan lembaga terkait perlu mendiskusikan masalah ini, karena teluk merupakan salah satu ikon Kota Ambon,” katanya.
Richard mengatakan Teluk Ambon mendapat perhatian khusus karena saat ini tercemar sampah dan biota laut berbahaya.
“Fokus kita selanjutnya bukan hanya di darat tetapi laut khususnya di kawasan Teluk Ambon. Jika tidak diperhatikan maka generasi selanjutnya tidak bisa menikmati keindahan teluk,” ujarnya.
Perhatian juga akan diberikan kepada praktek sistem konservasi tradisional yang disebut “sasi” (larangan untuk memanen sumber daya tertentu baik hayati laut maupun darat) dalam jangka waktu yang ditetapkan, serta tradisi timba laor atau cacing laut (Lycde Oele).
“Upaya ini dilakukan untuk melestarikan lingkungan,laor berkembang biak di terumbu karang, karena itu kawasan pantai harus tetap memelihara karang dengan baik sedangkan sasi dilakukan agar tidak terjadi pengambilan sumber daya hayati secara berlebihan,” kata Richard.
Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Augy Syahailatua,menyatakan pencemaran teluk telah mematikan pertumbuhan berbagai biota laut dan yang tersisa semakin terancam.
“Banyak terumbu karang tidak bisa berkembang dan akhirnya rusak, karena terhambat tumpukan plastik di dasar laut,” katanya.
Ia menjelaskan Teluk Ambon terkenal kaya ikan, terumbu karang yang indah, dan mangrove. Namun secara perlahan area seluas 28.292,89 hektare dengan kedalaman 40-200 meter itu terancam kehilangan daya tarik akibat tercemar sampah.
Tumpukan sampah, lanjutnya akan menimbulkan sedimentasi di pesisir, selain itu permukiman warga di sepanjang garis pantai sejauh 102,7 kilometer berpotensi terendam air laut saat terjadi pasang.
“Masyarakat pesisir juga tidak berani lagi berenang, karena takut terserang penyakit. Dahulu sekitar pesisir ini airnya masih bersih, kondisi ini dibutuhkan perhatian bersama pemerintah dan masyarakat,” tandasnya. (ant/tm)