Ambon, Tribun-Maluku.com : Gubernur Maluku, Said Assagaff menyatakan, pemerintah provinsi (Pemprov) setempat telah memutuskan kontrak kerjasama dengan PT Pala Banda Permai karena berdasarkan evaluasi ternyata tidak memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD).
“Kami setelah melakukan evaluasi ternyata PT Pala Banda Permai selama ini hanya merugi sehingga harus diputuskan kontrak,” katanya, di Ambon, Sabtu (23/5).
Tragisnya, manajemen PT Pala Banda Permai juga berutang sehingga merusak citra Pemprov Maluku.
“Kalau merugi masih bisa dipahami karena kurang tertanggung jawab realisasi kontrak kerjasama. Namun, kenyataan berutang sehingga tidak bisa ditoleransi kinerja dari manajemen PT Pala Banda Permai,” ujarnya.
Apalagi, DPRD Maluku melalui rapat paripurna pada beberapa waktu lalu juga merekomendasikan Pemprov setempat harus memutuskan kontrak kerjasama dengan PT Pala Banda Permai.
DPRD Maluku mengambil keputusan setelah melakukan kajian strategis terhadap dokumen pemutusan kontrak kerjasama yang diajukan Pemprov setempat.
“Jadi pengusulan Pemprov Maluku disikapi dengan rekomendasi DPRD yang juga menyetujui agar kontrak kerjasama tersebut diputuskan saja,” tegas Gubernur.
Pemprov Maluku awalnya menjalin kerja sama dengan Banda Permai yang dipimpin Des Alwi (almarhum) dan bergerak dalam bidang perkebunan pala itu sejak tahun 1997 lalu.
Hanya saja, selama ini tidak pernah ada kontribusi bagi PAD Maluku.
Padahal dalam perjanjian kerjasama itu, manajemen PT Pala Banda Permai wajib melakukan penyetoran setiap tahun sehingga masuk dalam beban piutang Pemprov Maluku yang tidak pernah dilunasi.
Wakil Ketua DPRD Maluku, Richard Rahakbauw mengakui, legislatif pernah memanggil Des Awli untuk mempertanyakan tidak adanya kontribusi BUMD tersebut ke kas daerah namun sampai meninggal dunia yang bersangkutan tidak pernah hadir.
Pemprov Maluku memutuskan menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 2009 dan memberhentikan dengan hormat seluruh dewan direksi PT Pala Banda Permai yang lama untuk menyelamatkan perusahaan tersebut.
Pemutusan kontrak juga dilakukan sebab fakta membuktikan kalau struktur perusahaan ini tidak jelas di mana komposisinya hanyalah seorang direktur dan lainnya tidak ada, posisi kas nihil, dan pembayaran gaji menggunakan dana pinjaman dari pihak ketiga.
Begitu pun, dana pihak ketiga ini akan ditutupi setelah hasil panen pala dijual sehingga pengelolaannya tidak profesional.
Padahal mutu dan kualitas pala Banda di lahan seluas 3.000 hektare lebih ini sangat terkenal bagus dan harganya di pasaran juga tinggi, namun anehnya selama belasan tahun beroperasi tidak ada keuntungan. (ant/tm)