Apalagi pemukulan yang dilakukan sang Babinsa itu tidaklah serius dan hanya untuk tindakan penyelamatan atau pencegahan agar keharmonisan hidup orang basudara di wilayah itu tidak terlanjur hancur.
Kepada wartawan via telepon seluler menggunakan saluran Timor Telkom dari Pulau Lirang, Jumat (31 /1), Stenly Ruff, salah satu tokoh pemuda di wilayah itu mengatakan, apa yang disampaikan Ketua Persekutuan Pemuda Pelajar Wetar (P3W) Acel Matetu kepada salah satu media lokal di Ambon sebagaimana diberitakan Rabu 22 Januari, tidak terlalu lengkap sehingga pemberitaannya terkesan pemukulan itu tanpa sebab.
”Kami mengerti, sebagai mahasiswa tentunya saudara-saudara kami di Ambon akan bereaksi ketika mendengar warga di wilayah kami yang adalah wilayah perbatasan diperlakukan semena-mena, apalagi terhadap seroang kades. Namun, kami juga harap agar semua informasi yang didapat, sebelum disampaikan ke media harus di-crosschek dulu agar tidak bias,” kata Stenly.
Stenly jelaskan, pemukulan itu bisa dibilang diskenariokan saja agar meredam emosi sebagian kelompok warga di Pulau Lirang dan merupakan buntut dari peristiwa kerasukan salah satu anak di desa.
”Jadi itu hanya tindakan penyelamatan saja agar keharmonisan bisa dijaga selalu, lagi pula pemukulannya tidak serius. Persoalan ini sudah dibicarakan dengan baik-baik bahkan telah diselesaikan secara adat sehingga tidak ada masalah lagi,” ujar Stenly.
Hal yang sama juga disampaikan Adam Malau, salah satu tokoh pemuda dari Wetar Barat yang juga saudara dari Kades Ustutun Adam yang mengaku berada di Pulau Kisar, via telepon seluler mengakui bahwa peristiwa pemukulan terhadap Kades Ustutun itu telah diselesaikan secara kekeluargaan bahkan adat.
”Kami dari pihak keluarga sudah tidak mempermasalahkan kasus ini, karena memang apa yang dilakukan hanya tindakan pencegahan saja,” ujarnya.
Ketua Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) Maluku Barat Daya juga mengharapkan kepada mahasiswa dan pemuda Wetar yang ada di Ambon untuk selalu mengkonfirmasi kebenaran sebuah peristiwa sebelum menyampaikannya ke media massa.
”Memang akses komunikasi ke Wetar Barat sangat sulit, kalau menggunakan HP, biayanya sangat mahal karena sinyal yang ada hanya sinyal Timor Telkom. Tapi minimal bisa menggunakan radio komunikasi SBB. Cek dulu kebenarannya baru disampaikan ke media sehingga tidak sampai berakibat fatal, apalagi ini menyangkut aparat keamanan dan Pangdam di Ambon sangat responsif terhadap pemberitaan di media massa,” imbuhnya. (JM/TM)





