Ambon, Tribun-Maluku.com : Firel Sahetapy, penasihat hukum terdakwa kasus dugaan korupsi dana lomba kompetensi siswa (LKS) Kantor Disdikpora Maluku, Louisa Corputy, meminta majelis hakim tipikor Ambon meringankan tuntutan hukuman yang diajukan jaksa penuntut umum atas kliennya itu.
“Kami minta majelis hakim meringankan tuntutan hukuman karena terdakwa telah mengakui serta menyesali perbuatannya,” kata Firel dalam persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim tipikor, Halijah Wally di Ambon, Kamis (7/5).
Selain itu, terdakwa juga telah mengaku belum berpengalaman sebagai Bendahara Pembantu Pengeluaran untuk mengelola anggaran daerah yang dialokasikan untuk kegiatan LKS.
Permintaan penasihat hukum ini disampaikan dalam pembelaan atas tuntutan jaksa penuntut umum, Rolly Manampiring yang meminta majelis hakim tipikor memvonis terdakwa dengan hukuman penjara selama 2,5 tahun.
JPU juga minta majelis hakim menjatuhkan vonis berupa denda Rp50 juta subsider enam bulan kurungan serta membayar ganti rugi sebesar Rp600 juta dan kalau tidak dilaksanakan maka dikenakan hukuman tambahan selama satu tahun kurungan.
Terdakwa dituntut vonis penjara karena terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagai dakwan primair.
Sedangkan dakwaan subsider adalah melanggar pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tipikor sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.
Manampiring dalam dakwaannya menjelaskan, sesuai Rincian Kertas Kerja Kementerian Lembaga (RKA-KL) Disdikpora Maluku, dana LKS yang berasal dari APBN seharusnya dipergunakan untuk membiayai kegiatan tingkat provinsi di Ambon dan tingkat nasional di Jakarta.
Sementara dana LKS yang berasal dari APBD hanya dipergunakan untuk membiayai kegiatan LKS tingkat provinsi di Ambon.
Namun dalam implementasinya, kegiatan LKS tingkat provinsi tahun 2009 dari tanggal 11-15 Mei 2009 di Ambon hanya menggunakan dana yang berasal dari APBN, lalu dana APBD yang telah dialokasi dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Disdikpora Maluku tidak digunakan.
Sebab dana LKS dari sumber APBD baru dapat dicairkan setelah kegiatan LKS tingkat Provinsi Maluku tahun 2009 selesai dilaksanakan.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan LKS tingkat provinsi tahun 2009 sudah dibiayai dari dana yang berasal dari APBN.
Akibat LKS tahun 2009 yang berasal dari APBD terlambat dicairkan, maka pelaksanaan kegiatan LKS tingkat provinsi tahun 2009 dibiayai oleh APBN dengan pelaksana PPTK terdakwa Anthoneta Gaspersz dan terdakwa Louisa Corputty selaku BPP.
“Ada pertanggungjawaban fiktif dalam proyek tersebut yang merugikan negara Rp 637.5 juta,” ujar jaksa.
Sebab alokasi dana APBD yang terdapat dalam DPA-SKPD Disdikpora Maluku untuk pelaksanaan LKS tingkat provinsi tahun 2009 senilai Rp950 juta yang dicairkan oleh bendahara pengeluaran Wardjan Rajab atas permintaan terdakwa Anthoneta Gaspersz senilai Rp938.7 juta.
Kemudian dari jumlah anggaran tersebut, yang diterima langsung oleh terdakwa Anthoneta Gasperz senilai Rp737 juta. (ant/tm)