Ambon, Tribun Maluku. Suasana haru dan sukacita menyelimuti Gedung Gereja Maranatha Ambon, pada Sabtu (25/10/2025). Di tempat bersejarah itu, Gereja Protestan Maluku (GPM) menorehkan babak baru dalam perjalanan pelayanannya.
Melalui Sidang Sinode ke-39, Pendeta Sacharias Izack Sapulette, M.Th., resmi terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode GPM periode 2025–2030.
Sidang yang diikuti perwakilan dari 34 Klasis se-GPM itu berlangsung dalam suasana penuh persaudaraan dan semangat kebersamaan.
Proses pemilihan berjalan demokratis dan mencerminkan semangat GPM sebagai gereja orang basudara yang menjunjung tinggi kasih dan musyawarah dalam menentukan pemimpin.
Ada enam nama calon yang diajukan peserta sidang, yakni Pendeta S.I. Sapulette, Pendeta Daniel Wattimanela, Pendeta Rudy Rahabeat, Pendeta H.H. Hetharia, Pendeta G. Likumahua, dan Pendeta Nancy Soulisa.
Dari hasil penjaringan awal, dua nama teratas yang memenuhi syarat dukungan minimal 15 persen dari total 279 suara adalah Pendeta Sapulette (159 suara) dan Pendeta Wattimanela (74 suara).
Dalam tahap pemilihan akhir, Pendeta Sapulette meraih 192 suara, unggul jauh dari Pendeta Wattimanela yang memperoleh 84 suara, sementara tiga suara dinyatakan tidak sah.
Pimpinan sidang kemudian menetapkan secara resmi Pendeta S.I. Sapulette sebagai Ketua Umum Sinode GPM untuk masa pelayanan lima tahun ke depan.
Usai pemilihan, Pendeta Sapulette menyampaikan rasa syukur dan kerendahan hati atas kepercayaan yang diberikan. Ia mengatakan, tugas kepemimpinan ini bukan sekadar jabatan, melainkan tanggung jawab untuk melayani.
“Saya menerima tugas ini bukan sebagai kehormatan, melainkan sebagai panggilan untuk melayani. GPM adalah gereja yang besar dan kaya akan sejarah, dan tanggung jawab kita ke depan adalah memperkuat kasih persaudaraan serta menjawab tantangan zaman dengan iman dan kerja nyata,” ujarnya di hadapan peserta sidang.
Menurut Sapulette, tantangan pelayanan ke depan tidak ringan. Gereja dituntut hadir lebih dekat dengan umat, terutama dalam konteks sosial dan kemajemukan Maluku.
“Kita harus menjadi gereja yang relevan, yang tidak hanya berbicara tentang kasih, tetapi menghadirkan kasih itu dalam tindakan nyata bagi masyarakat dan bangsa,” tambahnya.
Pemilihan ini menandai komitmen GPM untuk terus memperkuat pelayanan, memperdalam solidaritas umat, serta memperkokoh peran gereja dalam kehidupan sosial masyarakat Maluku dan Indonesia Timur.
Untuk di ketahui bahwa, Gereja Protestan Maluku (GPM) merupakan salah satu gereja tertua di Indonesia. Akar pelayanannya berawal dari kehadiran misi gereja reformasi Belanda di Kepulauan Maluku pada abad ke-17.
GPM secara resmi berdiri sebagai gereja mandiri pada tahun 1935 dan kini memiliki jaringan pelayanan yang meliputi seluruh wilayah Maluku dan Maluku Utara, dengan lebih dari 1 juta anggota jemaat yang tersebar di 34 Klasis.






