Ambon, Tribun Maluku : Pengacara senior Maluku, Semmy Waileruny, SH., M.Si., melontarkan kritik tajam kepada Pangdam XV/Pattimura dan jajarannya terkait polemik tanah di kawasan OSM, Ambon.
Kepada wartawan di kediamannya pada Jumat (11/4/2025), Semmy Waileruny menyampaikan rasa terima kasih kepada media yang turut membantu masyarakat memahami persoalan pelik antara warga dan penguasa.
“Beta (Saya) bersyukur karena lewat bantuan wartawan, masyarakat bisa memahami situasi ini. Kalau tidak ada wartawan, pasti masyarakat tetap berada dalam posisi lemah,” ujarnya.
Menurut Waileruny , Pangdam seharusnya menjadi panutan dalam menjunjung hukum, bukan justru melanggarnya.
“Pangdam itu representasi negara, bukan penguasa atas tanah rakyat. Hukum adalah panglima, bukan senjata atau jabatan,” tegas Waileruny
Pernyataan keras ini muncul sebagai respons atas rilis resmi Kodam XV/Pattimura yang menyebut kegiatan rehabilitasi rumah anggota TNI di kawasan yang masih disengketakan secara hukum.
Pengacara senior ini menilai rilis tersebut justru menyesatkan publik dan mengabaikan putusan pengadilan.
Ia menjelaskan, Kasus sengketa tanah OSM telah berlangsung sejak 2013, saat 97 kepala keluarga menggugat Pangdam XV/Pattimura melalui perkara Nomor 54/Pdt.G/2013/PN.Amb.
Menurutnya dalam proses persidangan, terungkap bahwa pihak Kodam mengakui bahwa penguasaan tanah oleh TNI pada tahun 1958 berdasarkan “okupasi”.
Ia menjelaskan, sampai beberapa kali kata okupasi pada jawab menjawab maupun gugatan rekonvensi oleh Pangdam, dalam perkara tersebut.
Padahal kita tahu bahwa okupasi adalah perbuatan kejahatan dalam bentuk pendudukan dan penguasaan wilayah kosong (tidak berpenghuni) dan kejahatan tidak hapus atau hilang dengan alasan daluwarsa, walau sudah puluhan atau ratusan tahun,”paparnya
Waileruny menjelaskan pada saat itu dirinya sebagai salah satu kuasa hukum bersama dengan Munir Kairotty dan Yanes Balubum (almarhum)
,”Atas nama klien kami, kami mengajukan saksi-saksi antara lain pa Ely Soplely (almarhum),”ujarnya.
Dalam persidangannya di bawah sumpah menjelaskan bahwa pada saar kehadiran TNI di OSM tahun 1958, ada banyak orang yang menempati wilayah itu, dan di antara mereka banyak yang dibunuh oleh TNI.
Juga kami hadirkan Prof. Dr. Ronny Titaheluw, (doses Fakultas Hukum Unpatti) sebagai ahli hukum. Dijelaskan oleh Ahli antara lain, ‘Okupasi itu suatu kejahatan yang dilarang oleh hukum, termasuk oleh hukum Internasional.
,”Kalau TNI menyebut menguasai OSM sengen cara okupasi padahal di OSM ada masyarakat yang menempatinya, sama saja TNI menganggap masyarakat yang ada di OSM tidak ada, ada ada tetapi tidak ada nilai kemanusiaannya,”tuturnya
Jadi menurutnya kehadiran TNI di OSM sebagai bentuk pelanggaran HAM yang mesti menjadi keprihatinan bersama banyak pihak untuk mempersoalkannya.
“Okupasi bukan dasar hukum yang sah. Itu perampokan. Tanah itu tidak kosong, ada penghuninya. Kalau pun belum jelas siapa pemiliknya, namun yang jelas ada masyarakat yang tinggal di situ, dan sementara bersekolah yakni sekolah maritim,”paparnya
Ia menjelaskan, Kodam mengakui sendiri bahwa mereka menguasai dengan cara mengokupasi, dan sisampaikan dalam persidangan pengadilan yang terbuka untuk umum
Waileruny menambahkan bahwa dalam proses hukum, baik gugatan konvensi warga 97 KK maupun gugatan rekonvensi oleh Pangdam, hasil akhirnya ditolak oleh pengadilan.
Dengan putusan pengadilan tersebut menurutnya, ‘sudah tidak ada dasar hukum apapun bagi Kodam untuk mengklaim tanah tersebut sebagai aset negara.
Ditambahkan pula, Sebelum putusan pengadilan, mungkin saja dalam admistrasi ditentukan sebagai asset Negara namun setelah putusan pengadilan, aset Negara sudah tidak ada lagi.
,”Lucunya, Kodam sempat ajukan banding, tapi kemudian mereka sendiri yang mencabutnya. Artinya, mereka tunduk pada keputusan pengadilan,” tegasnya.
Menanggapi pernyataan Kapendam XV/Pattimura sebelumnya yang dinilai menyesatkan publik, Semmy meminta agar ada permintaan maaf terbuka kepada masyarakat, khususnya kepada pemilik tanah di OSM, juga kepada warga yang merasa resah beberapa waktu belakangan ini dengan ada kegiatan yang dilakukan oleh Kodam di OSM.
Seharusnya dengan putusan pengadilan tersebut menurutnya, Kodam memproseskan untuk penghapusan tanah OSM sebagai asset Negara.
“Saya harap Agar kapendam XV/Pattimura Jangan mempermalukan institusi Kodam, dan diharapkan Pangdam dapat menegurnya. Oleh karena Pangdam adalah representasi negara dan harus menjunjung tinggi hukum, bukan kekuasaan. Hukum adalah panglima, dan Pangdam seharusnya menjadi teladan, bukan sebaliknya.”tutur Waileruny
Dalam penutup keterangannya, Semmy menegaskan bahwa keputusan pengadilan adalah final dan mengikat, serta harus dihormati oleh semua pihak. Jika tidak, kata dia, itu mencederai prinsip negara hukum.