Ambon,Tribun Maluku : Tindakan pemblokiran rekening milik salah satu nasabahnya oleh pihak Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Ambon kembali mendapat kritik pedas dari kalangan pengamat dan praktisi hukum di kota Ambon.
Marnex Ferison Salmon salah satu praktisi dan pengamat hukum di kota Ambon kepada media ini Selasa (11/2/2025) mengungkapkan. Tindakan pemblokiran rekening salah satu nasabahnya yang dilakukan oleh pihak BNI 46 Cabang Ambon adalah suatu tindakan yang menyalahi aturan.
“Ada beberapa aturan hukum yang dilanggar oleh pihak BNI 46 Cabang Ambon antara lain Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Peraturan OJK nomor 1/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen bidang jasa keuangan, ” jelas Salmon.
Ditambahkan Salmon, didalam Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana Undang-undang ini mengatur hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha. Dalam konteks ini, pemblokiran dana secara sepihak tanpa pemberitahuan yang jelas kepada nasabah dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar dan transparan mengenai produk dan layanan yang mereka gunakan.
Kemudian pada Pasal 4 undang undang yang sama lanjut Salmon, menyatakan bahwa konsumen berhak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang akan digunakan. Dalam hal ini, BNI 46 tidak memberikan informasi yang memadai mengenai pemblokiran dana.
Pada Peraturan OJK No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dimana Peraturan ini mengatur tentang perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan. BNI 46 diharapkan untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada nasabah mengenai status rekening dan tindakan yang diambil.
“Kemudian pada Pasal 5 peraturan OJK itu Mengharuskan lembaga keuangan untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada nasabah. Dalam kasus ini, BNI 46 tidak memberikan penjelasan yang memadai mengenai pemblokiran dana dan tidak memberikan surat pemblokiran yang diminta oleh nasabah, ” paparnya.
Ditambahkan, Selain melanggar kedua aturan tersebut, tindakan BNI 46 Cabang Ambon yang melakukan pemblokiran secara sepihak rekening milik nasabahnya merupakan bentuk Pelanggaran Terhadap Kode Etik Perbankan
Dimana dalam Kode Etik Perbankan lanjut Salmon, BNI sebagai bank milik negara diharapkan untuk mematuhi kode etik yang mengatur perilaku dan tanggung jawab bank terhadap nasabah. Tindakan pemblokiran dana tanpa pemberitahuan yang jelas dan tanpa dasar hukum yang kuat dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kode etik ini.
“Tindakan BNI 46 Cabang Ambon ini juga melanggar kode etik perbankan tentang Transparansi dan Akuntabilitas. Dimana Bank harus bertindak transparan dan akuntabel dalam setiap tindakan yang diambil terhadap nasabah. Dalam hal ini, BNI 46 tidak memenuhi standar tersebut.
Bahkan lebih jauh Salmon mengungkapkan, tindakan BNI 46 Cabang Ambon itu juga merupakan bentuk Pelanggaran Terhadap Prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). GCG dalam Perbankan menegaskan Bank harus menerapkan prinsip-prinsip GCG, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan tanggung jawab. Pemblokiran dana tanpa prosedur yang jelas dan tanpa komunikasi yang baik dengan nasabah menunjukkan kurangnya penerapan prinsip-prinsip ini.
“BNI 46 Cabang Ambon harus dapat menjelaskan tindakan yang diambil dan memberikan solusi yang adil kepada nasabah yang dirugikan, ” bebernya
Dan yang terakhir urai Salmon, tindakan BNI 46 Cabang Ambon merupakan bentuk Pelanggaran Terhadap Hukum Perdata
Tindakan pemblokiran dana tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak milik nasabah. Nasabah memiliki hak atas dana yang disimpan di bank, dan pemblokiran tanpa alasan yang sah dapat dianggap sebagai tindakan melawan hukum.
“Jadi sangat jelas bahwa tindakan pemblokiran rekening salah satu nasabahnya yang dilakukan oleh pihak BNI 46 Cabang Ambon adalah tindakan yang menyalahi aturan dan undang undang. Oleh karena itu pimpinan BNI 46 Cabang Ambon mesti bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada lembaga yang dipimpinnya, ” demikian Salmon.