Ambon, Tribun Maluku: Pengelolaan Ruang Laut (PRL) di Provinsi Maluku sangat berpotensi dari sisi ekonomi namun, hingga kini belum memberikan kontribusi yang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Maluku.
Alasannya karena, belum adanya beberapa regulasi tentang pemanfaatan ruang laut, sehingga kewenangannya masih diambil alih oleh Pempus melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), dengan cara menarik retribusi melalui Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dinas Kelautan dan Perikanan sudah mempunyai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2028 tentang Rencana Zona Wilayah Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K).
Namun , dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2023 dan turunannya yang mewajibkan RZWP3K ini diintegrasikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku.
Materi Teknis muatan perairan pesisir yang berisi tata ruang laut sudah disahkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sejak September 2022 dan sementara berproses integrasi menjadi
Rencana Tata Ruang (RTR) Provinsi di DPRD Provinsi Maluku.
“Bila nanti telah ada Perda RTR integrasi tersebut akan menjadi dasar bagi penyusunan regulasi terkait pemanfaatan ruang laut yang bisa menjadi sumber PAD,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Dr. Ir. Erawan Asikin, M.Si di Ambon belum lama ini.
Menurut Erawan, tujuan diintegrasikannya RZWP3K dan RTRW antara lain adalah agar ada keselarasan dalam peruntukan ruang laut dan darat.
Sebagai contoh, Bila terdapat peruntukan ruang laut sebagai kawasan pariwisata maka peruntukan ruang daratnya diharapkan dapat selaras mendukung peruntukan pariwisata tersebut.
Kini DKP Promal sedang memproses Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pengelolaan Kelautan dan Perikanan di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Jika Perda integrasi RZWP3K dan RTRW dan Pergub Pengelolaan Kelautan dan Perikanan sudah selesai, maka DKP Maluku sudah mempunyai kewenangan untuk menarik retribusi di zona laut untuk meningkatkan PAD sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Maluku.
Ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya pada Rabu (14/8) Erawan mengatakan, DKP Maluku belum menghitung berapa besar kontribusi dari Pengelolaan Ruang Laut.
Namun, yang terpenting adalah bahwa sudah ada alokasi ruang yang berpotensi nantinya untuk dijadikan sumber pendapatan.
Dicontohkan, untuk kawasan konservasi nantinya bisa menjadi pendapatan karena, bila dalam kawasan konservasi tersebut terdapat beberapa kegiatan misalnya, kegiatan pariwisata maka setiap kegiatan yang dilakukan bisa ditarik pungutan.
“Jadi kalau orang masuk kawasan atau berwisata dalam kawasan konservasi maka ada tiket masuknya. Kemudian setelah dia masuk dan mau menyelam ada retribusinya/pungutannya, dan dia mau foto ada pungutannya juga, dan seterusnya dan itu semua sudah kita siapkan di dalam Perda kita yang berhubungan dengan retribusi,” ulas Erawan.
Selain itu, Penggunaan Ruang Laut sendiri berpotensi juga untuk ditarik pungutannya setelah ada Izin tentang pemanfaatan ruang laut dan setelah berjalan maka setiap dua tahun sekali bisa dipungut retribusinya.