Ambon, Tribun Maluku : Yeheskel Haurissa SH . MH. C.MK. C.LS. C.NS. C.PM selaku Kuasa Hukum Bernard dan Santi Manusiwa, Eks pegawai Neo Caffe Ambon mengungkapkan kekecewaannya terhadap sikap mediator dalam proses mediasi antara dirinya dan pihak pengusaha telah melakukan perbuatan kotor mencoreng nama baik Institusi.
Ia menilai ada indikasi kuat bahwa mediator tidak menjalankan peran secara netral, bahkan cenderung memberikan ruang konsultasi sepihak kepada pengusaha.
“Ini bukti bahwa selama hampir satu jam mereka berkonsultasi. Ini parah, tugas mediator adalah memfasilitasi, bukan berkonsultasi,” ujarnya dengan nada kesal.
Menurut Haurissa, seorang mediator seharusnya memahami batas peranannya. Mediator bukanlah konsultan, bukan pegawai Hubungan Industrial, dan bukan pula pengawas ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, tugas utamanya adalah memfasilitasi pertemuan kedua belah pihak secara adil dan netral.
“Saya sempat bilang ke mediator, kita datang untuk mediasi. Kalau bapak-ibu mau konsultasi, silakan, saya tidak keberatan. Tapi jangan dilakukan saat sesi mediasi,” tegasnya.
Ia menilai bahwa mediator tersebut memainkan peran ganda sebagai pegawai Dinas Tenaga Kerja di bidang Hubungan Industrial sekaligus mediator yang menurutnya bertentangan dengan prinsip netralitas dalam proses mediasi.
“Kok bisa dia jadi konsultan, memberi pendapat-pendapat hukum. Padahal, mediasi ini belum sampai ke ranah undang-undang. Kita sedang mencoba bicara dari hati ke hati,” tambah Haurissa.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa seorang mediator tidak boleh memberikan saran atau opini kepada salah satu pihak secara tertutup. Jika pun ada pasal atau ketentuan yang perlu dijelaskan, hal itu harus dituangkan dalam kesimpulan akhir dan dibahas terbuka bersama pekerja dan pengusaha.
Kalaupun pengusaha mau melakukan konsultasi menurut Haurissa tidaklah menjadi masalah, tetapi bukan pada saat dilakukan mediasi, Kalaupun bisa, harus bersama sama dengan pekerja dan memberikan pendapat yang didengar kedua belah pihak
“Awalnya pengusaha sudah mengaku siap membayar. Tapi setelah sesi terpisah dengan mediator, sikapnya berubah,” ungkapnya.
Haurissa menduga bahwa selama hampir satu jam pertemuan tertutup itu, mediator justru memberikan masukan-masukan yang merugikan pihak pekerja.
“Ketika pengusaha bilang mereka punya hak konsultasi, saya langsung curiga. Saya yakin ada arahan yang melemahkan posisi kami sebagai pihak pekerja,” pungkasnya.