Ambon, Tribun Maluku : Polemik soal keabsahan keikutsertaan Benyamin Th Noach. ST (BTN) dalam pilkada 2024 yang dimainkan sebagai isu oleh kelompok berkepentingan, baik sebelum pemilihan maupun pasca penetapan KPU Maluku Barat Daya (MBD) akhirnya dipatahkan oleh pakar hukum tata negara asal Fakultas Hukum Universitas Pattimura Ambon, DR.Sherlock Holmes Lekipoiuw, SH, MHum.
Kepada wartawan, Senin, (9/12/2024) Lekipiuow mengatakan, Benyamin Th Noach atau BTN berdasarkan aturan perundang-undangan belum layak disebut telah menjabat dua periode, karena itu, ia berhak dan sah ikut lagi dalam kontestasi Pilkada 2024.
Menurutnya, merujuk pada putusan sebelumnya, yaitu Putusan MK Nomor 22/PUU-VII/2009. Mahkamah berpendapat bahwa setengah masa jabatan atau lebih barulah dihitung satu kali masa jabatan.
“Artinya jika seseorang telah menjabat kepala daerah atau sebagai pejabat kepala daerah selama setengah atau lebih masa jabatan, maka yang bersangkutan dihitung telah menjabat satu kali masa jabatan,” pungkasnya.
Lekipiow kemudian menjabarkan hitungan yang realistis, Barnabas Orno-Benyamin Thomas Noach menjadi Bupati-Wakil Bupati Maluku Barat Daya periode 2016-2021 berdasarkan surat keputusan (SK) Mendagri No. 131.81-3485/2016 tertanggal 5 April 2016 tentang pengangkatan Barnabas Orno sebagai Bupati MBD periode kedua dan wakilnya Benyamin Th Noach.
Dalam perjalanan, lanjut dia, Barnabas Orno kemudian maju bertarung sebagai wakil gubernur Maluku sehingga Benjamin Thomas Noach menjadi Bupati Maluku Barat Daya menggantikan Barnabas Orno.
Kemudian, kata dia, pelantikan Benjamin Noach atau BTN yang sebelumnya adalah Wakil Bupati MBD itu berdasarkan SK Mendagri No.131.81-1194 tahun 2019 tentang pengesahan pengangkatan Bupati dan pengesahan pemberhentian Wakil Bupati MBD.
“Dari penjelasan diatas, BTN itu menjadi Bupati MBD pada tahun 2019 menggantikan BO tidak memenuhi syarat dalam pemenuhan satu periode (2019-2021). Karna hanya mengisi kekosongan jabatan sebagai akibat BO (bupati) terpilih sebagai wakil gubernur (2018-2023),” ujarnya
“Lagu pula BTN baru menjadi Bupati secara penuh pada Tahun 2021-2026 sehingga masa jabatan sebagai Bupati satu periode secara utuh dan pada pilkada 2024 BTN maju dan terpilih kembali maka itu dihitung sebagai masa periode kedua,” tambahnya pula
Menurut Sherlock, jika ada yang berpendapat bahwa BTN sudah dilantik lebih dari 2 kali sebagai bupati adalah benar, tetapi dalam hal masa jabatan (dalam arti periodisasi) adalah sesuai dengan ketentuan masa jabatan 2 periode.
“Artinya jika Benyamin Th Noach atau BTN dilantik kembali sebagai Bupati, itu adalah sah menurut hukum,” pungkas pakar hukum tata negara ini.
Sebelumnya, Remon Amtu, Ketua Tim Pemenangan pasangan Benyamin-Ari sudah mengklarifikais penyebaran berita Hoax ini menghubungkan Putusan Mahkamah Kostitusi Nomor 129/PUU-XXII/2024, yang amarnya putusannya ditolak secara keseluruhan.
Menurut Amtu, bila dibaca, Putusan Nomor 129/PUU-XXII/2024 tidak ada hubungannya dengan Benyamin Noach.
Itu karna yang menjadi pokok pemohon di dalam perkara itu adalah pasangan calon gubernur dan bupati yang mengikuti Pilkada Bengkulu baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten.
“Tidak ada hubungan dengan Benyamin Thomas Noach yang mengikuti Pilkada di Maluku Barat Daya,” tegasnya.
Amtu mengatakan, Benyamin Thomas Noach belum dua periode, beliau mengantikan Bapak Barnabas Orno yang dilantik menjadi Wakil Gubernur Maluku. Bapak Benyamin Noach dilantik menjadi PJ Bupati dengan sisa masa bakti 2 Tahun.
“Jadi saya tegaskan bahwa pak Benyamin Thomas Noach belum 1 periode sebagaimana disebutkan dalam Putusan 129/PUU-XXII/2024 yang kembali menguatkan 3 putusan Mahkamah Kostitusi sebelumnya yaitu putusan nomor 22/PUU-VII/2009, nomor 67/PUUXVIII/2020, dan nomor 2/PUU-XXI/2023. Lagi pula gugatannya ditolak kok dijadikan sebagai bahan penyebaran berita hoax,” heran Amtu.
Tanggapan yang sama juga disampaikan Madaskolay Viktoris Dahoklory, SH., MH dosen Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) Pada Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM)
Menurutnya, objek gugatan dalam Putusan Mahkamah Kostitusi Putusan 129/PUU-XXII/2024, adalah pasal Pasal 162 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898), bukan Pasal 7ayat (2) yang berhubungan dengan syarat pencalonan.
Bahkan semua permohonan pemohon ditolak oleh MK yang berpendirian sama dengan tiga putusan yang sudah diputuskan sebelumnya yaitu putusan nomor 22/PUU-VII/2009, nomor 67/PUUXVIII/2020, dan nomor 2/PUU-XXI/2023.