Langgur, Tribun-Maluku.com : Pengacara yang juga pendamping Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Malra, Daud Sua Watubun mengatakan Polres Maluku Tenggara (Malra) terkesan melakukan pembiaran bahkan melindungi dalam tanda kutip, pelaku pencabulan anak dibawah umur.
“Sudah setahun kasus pencabulan anak dibawa umur oleh Aloywesus R yang juga Sekretaris Ohoi Wilurat, dilaporkan ke pihak di Polsek Kei Besar maupun Polres Maluku Tenggara, tidak jelas pangkal penanganannya,” kata Daud di Langgur, Rabu (23/5).
ironisnya, terhitung sudah lebih dari lima korban yang terungkap dari aksi bejat Aloywesus, Namun polisi terkesan tidak serius menanganinya, bahkan seperti melakukan tindakan pembiaran.
“Bahkan ketika korban ditahan, terakhir, ada anak usia 2 tahun yang juga melaporkan menjadi korban aksi kebiadabannya,” ucap Daud.
Dia mengisahkan, terbongkarnya kasus ini sehingga dilaporkan ke polisi, dimulai dari laporan pencabulan siswa SMP Negeri 1 Kei Besar. Lalu berkembang bahwa ada beberapa korban lain di desa tetangga, Ada sekitar empat korban yang masih anak dibawah umur. Sayangnya kepolisian di Polsek Kei Besar seperti acuh tak acuh.
“Mereka selalu beralasan bahwa pelaku sedang tidak berada di tempat sehingga proses penyidikannya tidak bisa dilakukan. Padahal sebagai sekretaris ohoi, yang pasti pelaku harus tetap melaksanakan tugasnya khan? ” ungkapnya.
Setelah enam bulan kemudian, lanjut dia, atas kerja keras pihak keluarga dan P2TP2A Malra, pelaku akhirnya berhasil ditahan ketika mau melarikan diri dengan pesawat Wings Air di bandara.
Pelaku sempat ditahan selama lima bulan di Polres Malra, mulai akhir Desember 2017 itu. Tapi kemudian pelaku seperti sengaja dibebaskan. Polisi beralasan bahwa dia melarikan diri ketika diberikan ijin keluar untuk mengambil KTP.
“Jadi pelaku ditahanpun, itu atas kerja keras keluarga dan pihak P2TP2A. Anehnya, selama lima bulan dalam tahanan, kendati keterangan para saksi korban sudah diambil, BAP kasus ini tidak pernah sampai rampung,” terangnya.
Pihak Polres Malra, tambah Daud, kembali berdalih bahwa lokasi kejadian perkara di Kei Besar sehingga Polres tidak bisa memprosesnya. Padahal, keterangan para saksi korban sudah diambil.
Dia sangat menyesalkan hal ini, apalagi Kapolres adalah pembina dari P2TP2A, dan sudah ada MoU antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, bersama PD2TP2A sebagai lembaga yang membantu menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, bersama Polres untuk bekerja sama dan berkoordinasi dalam menangani kasus-kasus seperti ini.
Daud menuding ada semacam pembiaran terhadap kasus ini, sehingga akhirnya bisa menimbulkan ketidakpercayaaan masyarakat terhadap pihak kepolisian di Maluku Tenggara, dan jika hal ini diketahui oleh Kapolda Maluku, maka akan sangat berbahaya.
Ia lalu mengungkapkan, akibat ketidaktegasan pihak kepolisian ini, akhirnya sekarang ini di Maluku Tenggara marak sekali terjadi kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
“Bahkan ada yang sangat berat. Barusan saja terjadi disana. Korbannya siswa SMP Budi Mulia, dilecehkan oleh oknum sopir angkot, Korban setelah dilecehkan, ditinggalkan di kamar kost sendirian dan dia berusaha sendiri dengan ketidakberdayaannya menghubungi teman, dan kemudian temannya itu menghubungi pihak keluarga,” tutur Daud.
Pengacara yang juga pendamping P2TP2A Malra ini berharap, ada perhatian khusus dari Kapolda Maluku terhadap kasus ini dan memerintahkan jajarannya di Maluku Tenggara untuk segera menuntaskannya.
Menurut dia, pelaku itu tidak susah untuk ditangkap dan diproses. Khan jaringan polisi ada di mana-mana. Apalagi sudah banyak korban dari aksi pelaku.
“Masa dibiarkan saja seperti ini, semua tergantung itikad baik pihak kepolisian saja,informasi yang kami miliki pelaku kini sementara berada di Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru,” tandasnya.