Jakarta, Tribun-Maluku.com : Kawasan Maluku Barat Daya masih memiliki potensi ekologi yang relatif baik, aspek sosial masyarakat, serta sektor perikanan yang bernilai tinggi dan sangat penting untuk dikelola secara berkelanjutan.
Keanekaragaman hayati laut, kepadatan ikan karang relatif tinggi, tutupan karang rapat dan kearifan lokal yang masih terjaga diharapkan mampu sebagai penopang ekonomi di masa yang akan datang.
Hal ini mengemuka sebagai temuan awal survei cepat ekologi, sosial-ekonomi dan perikanan di kawasan terluar kepulauan Maluku Barat Daya yang dilakukan pada tanggal 1-15 November 2015 oleh WWF-Indonesia bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Bambang Sumiono, Ketua Kelompok Peneliti Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Laut pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan – Badan Litbang KKP, dalam release WWF-Indonesia yang diterima media ini, Rabu (16/12) menyatakan rencana Aksi menuju Maluku sebagai Lumbung Ikan Nasional salah satunya adalah optimalisasi pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan secara lestari.
Ekspedisi yang dilakukan ini akan menjadi acuan dan landasan ilmiah yang kuat untuk mempercepat kesiapan dalam merumuskan bentuk pengelolaan sumber daya perikanan dan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan di perairan Maluku Barat Daya. Dalam pengembangan koridor ekonomi nasional, kebijakan Lumbung Ikan Nasional di Kepulauan Maluku ditetapkan sebagai salah satu sektor basis pada koridor ekonomi Maluku-Papua.
“Dengan adanya temuan-temuan penting ini, WWF-Indonesia berharap pengelolaan kawasan dan perikanan yang efektif di Maluku Barat Daya dapat terwujud secepatnya. Kabupaten ini memiliki potensi besar sebagai salah satu penggerak pada koridor ekonomi Maluku-Papua melalui sektor perikanan dan pariwisata bahari,” kata Estradivari, Marine Conservation Science Coordinator WWF-Indonesia, yang juga adalah Koordinator ekspedisi.
Survei cepat adalah pendekatan untuk menginvestigasi situasi kompleks dalam kondisi waktu dan sumber daya terbatas, dan tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian jangka panjang yang mendalam.
Sebanyak 16 peneliti terlibat dalam pengumpulan data kondisi ekologi laut, perikanan dan sosial-ekonomi masyarakat di 30 lokasi survei bawah laut dan 14 desa target, yang antara lain berasal dari KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Barat Daya; Universitas Pattimura (Unpatti); Institut Pertanian Bogor (IPB); WWF-Indonesia dan Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP).
Pengambilan data oleh Tim Ekologi Ekspedisi Maluku Barat Daya di Perairan sekitar Pulau Wetar, Maluku Barat Daya (foto : Beginer Subhan, WWF-Indonesia) |
Salah satu studi WWF di awal tahun ini tentang kawasan konservasi laut menunjukkan bahwa dari setiap dolar yang diinvestasikan untuk mewujudkan kawasan konservasi laut dapat memberikan manfaat tiga kali lipat yang didapat melalui penyediaan lapangan kerja, perlindungan pesisir dan perikanan. Diperkirakan juga peningkatan perlindungan terhadap habitat-habitat kritis dapat menghasilkan manfaat bersih antara US$ 490 miliar dan US$ 920 miliar selama kurun 2015-2050.
Untuk diketahui, Survei cepat ekologi, sosial, dan perikanan di Maluku Barat Daya juga dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja Sama antara WWF-Indonesia dengan Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan (Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP), 28 Oktober 2015 lalu, yang mencakup pelaksanaan kegiatan itu sendiri dan tindak lanjut kegiatan berupa rekomendasi yang dapat mendukung perikanan berkelanjutan di Indonesia.
Sementara itu, temuan akhir dari survei ini direncanakan akan dirilis pada April 2016.