Ambon,Tribun-Maluku.Com: Seorang praktisi hukum maupun akademisi di bidang hukum haruslah memberikan pendapat maupun asumsi hukum yang sesuai hukum normatif. Bukannya berdasarkan rasa suka atau tidak suka.
“Seorang praktisi hukum dalam berkomentar semestinya melihat pada hukum normatif
Hal ini bertujuna agar dapat memberikan pembelajaran hukum yang baik bagi masyarakat, ” hal tersebut diungkapkan salah satu praktisi hukum di Kota Ambon, Marnex Ferison Salmon kepada wartawan Sabtu (9/11/2019) di Ambon. Menanggapi maraknya pendapat hukum yang disampaikan beberapa praktisi hukum di kota Ambon terkait kasus BNI 46 Ambon.
Dijelaskan Salmon, Dalam kasus BNI, Pertanggung jawaban pidana itu soal barang siapa bukan karena hubungan khusus, misalnya hubungan suami isteri atau apapun.
“Jadi Jangankan 8 rekening 800 rekening sekali pun tidak bisa membuktikan kalau memang unsur dari pasal yang disangkakan tidak terbukti menjerat seseorang, ” tukasnya.
Hukum acara di Indonesia lanjut Salmon, menegaskan bahwa seseorang ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana, jika terdapat dua alat bukti yang cukup.
Dalam konteks Indonesia sebagai negara hukum tambahnya, maka kita wajib mempercayakan suatu perkara kepada penyidik. Biarkan penyidik berkerja untuk membuktikan semua itu.
Selain itu kita juga harus percaya dengan profesionalitas penegak hukum.
“Bukan sebaliknya kita selaku praktisi hukum memaksa proses penegakan hukum berdasarkan asusmsi kita. Karena asusmsi bukan merupakan alat bukti dalam konteks hukum pembuktian. Tagal itu saya menghimbau kepada oknum oknum praktisi hukum agar seyogyanya kita menyampaikan pendapat hukum secara normatif dan bersandar pada hukum itu sendiri. Bukannya dengan asumsi kosong yang tidak berdasar hukum. Itu namanya praktisi hukum yang tidak mengerti hukum dan merupakan penyesatan terhadap hukum itu sendiri, ” pungkas Salmon.