Ambon, Tribun-Maluku.com – Dugaan penyalahgunanaan anggaran yang bersumber dari pendapatan asli desa (PAD) hasil tambang galian C di Negeri Hative Besar kini mencuat ke publik.
Mulai dari Wali Kota Bodewin Wattimena, Anggota DPRD Kota Ambon hingga aktivis dan masyarakat setempat secara khusus menyoroti itu.
Hal itu tak heran, mengingat jumlah setoran yang masuk ke kas negeri dari pihak pengelola tambang galian C dalam hal ini CV. Prima Jaya Hative mencapai angka fantastis dimana nominalnya mencapai Rp1,5 miliar sejak 2021 hingga 2024.
Namun hingga berita ini dipublish, masyarakat setempat pun mengaku tidak pernah tahu keberadaan dana setoran PAD itu bahkan terkait pengelolaannya dikemanakan tidak pernah diinformasikan Pemerintah Negeri Hative Besar yang paling bertanggung jawab untuk itu.
Dari rilis laporan yang didapati media ini dari Badan Saniri Negeri Hative Besar, tercatat jumlah setoran yang masuk ke kas desa dari tambang Galian C cukup bervariatif.
Adapun rinciannya, untuk setoran pada 2021 sebesar Rp 400.350.000, setoran 2022 sebesar Rp 330.000.000, setoran 2023 sebesar Rp 463.000.000 dan setoran tahun 2024 sebesar Rp 361.000.000.
Jika ditotalkan mencapai angka cukup fantastis yakni Rp1.554.000.000,-
Menurut informasi yang dihimpun media ini, data setoran tersebut diduga tidak sesuai dengan apa yang tertera pada LPJ Pemerintah Negeri Hative Besar. Bahkan, kabarnya nilai besaran yang dicantumkan jauh lebih kecil dari setoran yang masuk.
Tak hanya soal pengelolaan PAD, dugaan rekayasa LPJ pun kini tercium menyusul sejumlah data yang diperoleh media ini yang diperkuat dengan pengakuan masyarakat.
Salah satunya, berkaitan dengan dana Program Sosialisasi Pemilihan Raja yang tercatat sebesar 150.000.000 dengan realisasi 100 persen. Namun fakta lapangan, menurut pengakuan sejumlah masyarakat di Negeri Hative Besar, mereka tidak pernah tahu ada sosialisasi soal pemilihan raja.
Berikutnya, soal Sanggar Seni Hative besar dimana tercatat dana terealisasi 70 juta per tahun namun menurut pengakuan pengurus sanggar tidak pernah ada aktivitas sepenjang setiap tahun anggaran.
Belum lagi, anggaran sebesar Rp20 juta yang dialokasikan untuk pasar murah bagi janda, duda dan yatim piatu dimana dalam LPJ terealisasi 100 persen. Faktanya, menurut pengakuan warga, tidak pernah ada aktivitas pasar murah yang dilaksanakan.
Fakta lainnya, berkaitan dengan pemutakhiran data kependudukan yang dilaporkan. Padahal sesuai dengan pengakuan warga, kegiatan pemutakhiran data tidak pernah dilakukan. Sementara biaya pemutakhiran data yang dilaokasikan ratusan juta, telah terealisasi 100 persen di LPJ Pemerintah Negeri Hative Besar.
Yang lebih parah lagi, Pemerintah Negeri Hative Besar dilaporkan tidak melakukan tanggung jawab membayar angsuran BPJS Ketenagakerjaan yang nominalnya mencapai ratusan juta.
Hal itu terbukti saat salah satu kader posyandu setempat mengalami kecelakaan kerja dan dirawat di RS Siloam Ambon.
Mirisnya, kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sang kader tidak bisa digunakan untuk mengklaim asuransi karena Pemerintah Negeri Hative Besar tidak pernah menyetorkan dana angsuran ke BPJS Ketenagakerjaan.
Kasus yang sama juga terjadi menimpa seorang RT yang dilaporkan meninggal dunia. Namun ketika istri almarhum hendak mengklaim BPJS Ketenagakerjaan langsung ditolak karena ternyata angsuran perbulannya tidak pernah dibayarkan.
Begitu pula dana operasional Bank Sampah yang nilainya mencapai Rp100 Juta namun hingga tahun anggaran yang ada tidak pernah direalisasikan meski laporan 100 persen. Serta beberapa proyek fisik yang pengerjaannya tidak seusai ketentuan.
Berdasarkan fakta-fakta yang telah dibeberkan, sumber kepada Tribun-maluku.com mendesak Wali Kota Ambon memerintahkan jajarannya di Inspektorat segera melakukan audit secara mendalam.
“Dan audit itu bukan datang duduk manis di kantor Pemerintah Negeri lalu baca laporan yang isinya semua terealisasi 100 persen padahal penuh rekayasa dan berbeda dengan fakta di lapangan. Semua abunawas habis. Pak Wali Kota harus perintah inspektorat dong periksa secara detail baik LPJ maupun penelusuran lapangan. Katong warga yang merasakan penderitaan,” desaknya.
Sumber pun mengaku jika masyarakat sementara mempertimbangkan langkah hukum untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan dana desa/alokasi dana desa setempat ke Kejaksaan Negeri Ambon.
Sementara itu, Wali Kota Bodewin Wattimena telah memerintahkan Inspektorat setempat untuk segera melakukan audit terhadap laporan pertanggungjawaban Pemerintah Negeri Hative Besar.
Halitu disampaikannya saat ditemui di kediamannya, Minggu (15/6/2025).
Wali Kota menyatakan bahwa pihanya telah menindaklanjuti pengaduan masyarakat dan akan segera melakukan audit.
“Saya telah memerintahkan Inspektorat Kota Ambon untuk besok atau Selasa turun melakukan audit terhadap dana setoran dari pengelola tambang kepada Pemerintah Negeri Hative Besar. Audit ini untuk menjawab tuntutan masyarakat dan memberikan kepastian penggunaan dana tersebut,” ungkapnya.
Berdasarkan informasi awal, dana yang diberikan pengusaha tambang kepada Pemerintah negeri merupakan bagian dari kontribusi tahunan yang telah disepakati. Dana itu, katanya, semestinya dikelola dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat.
“Pemerintah negeri wajib mengelola dana tersebut sesuai ketentuan. Kita akan cek, berapa yang disetor tiap tahun dan digunakan untuk apa saja. Jika terbukti sesuai, maka tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melakukan tindakan sepihak seperti menutup lokasi tambang,” tegasnya.
Wali Kota mengingatkan bahwa proses perizinan tambang berada di bawah kewenangan Pemerintah provinsi, dan masyarakat tidak memiliki otoritas untuk melakukan penutupan secara sepihak.
“Kami mengimbau masyarakat agar menyalurkan aspirasi secara prosedural. Jangan ambil tindakan hukum sendiri. Serahkan proses ini kepada pemerintah negeri dan Pemerintah kota,” pungkasnya.