Putusan yang sudah dikeluarkan oleh Majelis Hakim pada sidang yang berlangsung Selasa (8/4/2014) bukan berarti ada ketegasan untuk kliennya harus keluar dari lahan tersebut, tetapi masing-masing yaitu masyarakat dan TNI menguasai pada objeknya.
Menurut Waeleruny, masing-masing yang sementara menguasai tetap tidak ada tindakan apapun atau hukum dari siapapun untuk mengganggu.
Putusan yang dikeluarkan tersebut masih ada kekurangan pertimbangan dari Majelis Hakim, karena orang yang mempunyai sertivikat tidaklah mungkin berada di dalam objek sengketa, walaupun sudah mengajukan bukti-bukti kepengadilan untuk membuktikan kalau lahan tersebut adalah bekas Ehendom Ferfonding nomor 984.
Terhadap bukti tersebut sudah ada keterangan dari Badan Pertanahan Provinsi Maluku, dan di dalam ketentuan undang-undang siapa yang menguasai tanah negara diberikan prioritas untuk memiliki sertivikat, dengan demikian putusan tersebut tidaklah memberikan hak bagi siapa-siapa.
Terkait dengan putusan ini pihaknya akan melakukan banding, karena dinilai ada kelemahan hukum yang luar biasa.
Soal klaim dari tergugat bahwa dari 97 penggugat dalam memberikan surat kuasa kepada kuasa hukum ada beberapa yang tidak membubuhkan tanda-tangan menurutnya hal tersebut tidaklah benar karena pada saat memberikan surat kuasa seluruh sudah membubuhkan tanda tangan.
Untuk itu harus dibuktikan tergugat kalau kliennya sejauh mana tidak memberikan surat kuasa, tetapi hal tersebut tidaklah dibuktikan.
Mengenai keterangan salah satu media lokal yang melansir pernyataan Pangdam XVI Pattimura kepada pers beberapa waktu lalu dan ditolak oleh Majelis Hakim, menurut Waeleruny itu adalah kesalahan para Hakim, karena pernyataan tersebut sudah diungkapkan di media.
Dengan demikian masyarakat sudah mengetahui pernyataan tersebut kecuali ada sanggahan dari pihak tergugat bahwa mereka tidak membuat pernyataan tersebut.(TM05)