Close Menu
Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Facebook X (Twitter) Instagram
    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    • Indeks Berita
    • Berita Pilihan Redaksi
    • Seputar Maluku
      • Maluku
      • Pertanian
      • Politik
      • Pemerintahan
      • Pendidikan
      • Kesehatan
      • Ekonomi
      • Seni dan Budaya
      • Olahraga
      • Opini
      • Artikel
    • Lintas Daerah
      • Ambon
      • Maluku Tengah
      • Aru
      • Buru
      • Buru Selatan
      • Seram Bagian Barat
      • Seram Bagian Timur
      • Maluku Barat Daya
      • Maluku Tenggara Barat
    • Tual
    • Maluku Tenggara
    • Redaksi
    • Hubungi Kami
    • Hak Jawab
    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Home » Artikel » Sopi: Antara Kearifan Lokal, Kesehatan, dan Kebijakan Publik

    Sopi: Antara Kearifan Lokal, Kesehatan, dan Kebijakan Publik

    Pewarta Daud Rumalatu24 Maret 2025
    Sopi

    Indonesia adalah negeri dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Setiap daerah memiliki warisan khas yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan nilai-nilai kehidupan. Salah satu warisan budaya yang mencolok di wilayah timur Indonesia, khususnya di Maluku, adalah minuman tradisional bernama Sopi.

    Sopi dan Dimensi Kearifan Lokal

    Sopi bukan sekadar minuman beralkohol. Ia adalah bagian dari denyut kehidupan masyarakat Maluku. Dalam setiap gelas sopi yang dituang dalam perayaan, upacara adat, atau sekadar pertemuan keseharian, tersimpan nilai-nilai kebersamaan, syukur kepada alam, dan penghargaan terhadap tradisi.

    Dalam penelitian Pattiruhu dan Therik (2020), kata “Sopi” disebut berasal dari bahasa Belanda “Zoopie”, yang berarti cairan alkohol. Proses pembuatannya melibatkan fermentasi dan penyulingan dari bahan alami seperti buah aren (koli), kelapa (sageru), hingga nira. Praktik ini diwariskan secara turun-temurun dan menjadi bagian integral dari identitas budaya masyarakat Maluku.

    Perspektif Kesehatan: Manfaat dan Risiko

    Dalam konteks kesehatan, alkohol seperti sopi memang memiliki beberapa manfaat bila dikonsumsi dalam jumlah terbatas. Ia dapat meredakan rasa nyeri, menenangkan pikiran, menghangatkan tubuh, bahkan disebut-sebut mampu menurunkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes.

    Namun, realitanya, risiko dari konsumsi alkohol justru jauh lebih besar jika tidak dikendalikan. Penggunaan berlebihan dapat menyebabkan hipertensi, gangguan jantung, kerusakan hati, gangguan pencernaan, melemahkan sistem imun, gangguan mental, hingga berbagai jenis kanker.

    Oleh karena itu, masyarakat perlu lebih bijak dalam mengonsumsi sopi, terutama jika alasannya hanya untuk meredakan rasa nyeri setelah bekerja. Istirahat cukup, olahraga teratur, postur tubuh yang baik, hingga konsumsi obat pereda nyeri yang aman dapat menjadi alternatif yang lebih sehat.

    Ekosofikum dan Kebijakan Publik

    Fenomena sopi juga mencerminkan dilema ekosofikum yakni ketegangan antara pelestarian budaya dan kepentingan kesehatan serta keamanan sosial.

    Ada yang menolak kehadirannya karena alasan kesehatan dan sosial, tapi tidak sedikit pula yang mendukung keberadaannya karena nilai tradisional dan manfaat ekonominya.

    Oleh karena itu, saya berpandangan bahwa sopi perlu diatur secara resmi melalui Peraturan Daerah (Perda) yang spesifik dan komprehensif. Perda ini harus mengakomodir kebutuhan masyarakat yang memproduksi sopi dalam skala rumahan, untuk kepentingan adat maupun kegiatan ritual.

    Jika dikelola secara profesional, sopi bisa dijadikan produk unggulan yang berlabel, sekaligus mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan perekonomian masyarakat.

    Kepastian hukum dalam produksi dan distribusi sopi juga akan memudahkan pengawasan, mencegah penyalahgunaan, dan menjaga esensi budaya yang melekat dalam setiap tetesnya.

    Melalui tulisan ini, saya mengajak para pengambil kebijakan—Gubernur, Bupati, serta DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota untuk mendorong lahirnya Rancangan Perda tentang minuman khas tradisional Maluku.

    Mari kita jaga warisan budaya kita, sembari tetap mengedepankan tanggung jawab terhadap kesehatan dan tatanan sosial.

    Oleh: Costansius Kolatfeka; Mantan Anggota DPRD Provinsi Maluku.

     

    Bagikan Facebook Twitter WhatsApp Telegram Email Copy Link
    Berita SebelumnyaBank Mandiri Maluku Gelar Buka Puasa Bersama Awak Media
    Berita Selanjutnya H-7 Lebaran, Harga Cabe Di Ambon Tembus Angka 80-100 Ribu/Kg

    Berita Terkait

    IMG 20251106 WA0006

    Elaborasi Masyarakat Hukum Adat  pada Pembangunan Sektoral Wilayah Kepulauan Maluku

    IMG 20250929 WA0002 1

    PERDA Kota Ambon No 5 Tahun 2025 Tentang Sopi Suatu Tinjauan Hukum

    Dr. Betty Anthoineta Sahertian,M.Kes

    Transformasi Budaya Kerja dan Kepemimpinan Melalui Charity “Rumah Basudara” di Kampus Poltekkes Kemenkes Maluku

    Semy

    Perjalanan 90 Tahun Gereja Protestan Maluku

    Screenshot 2025 09 06 00 50 38 12 40deb401b9ffe8e1df2f1cc5ba480b12

    Johannes Stollenbeeker, Orang Jerman Pelopor Ibadah Protestan di Maluku

    Dr. Betty Anthoineta Sahertian,M.Kes

    Integritas Akademik dan Pengendalian Diri : Refleksi Kepemimpinan I Samuel 26 di Poltekkes Kemenkes Maluku

    Tambahkan komentar
    Tinggalkan Balasan

    Ikuti Kami
    • Facebook 9.606
    • Twitter 2.691
    • Instagram 972
    • YouTube 354
    • LinkedIn 97
    • Telegram 583
    • WhatsApp
    Berita lainnya

    Belasan Koperasi Tolak Konsorsium Tambang Emas

    Pemkot Ambon – APJII MoU Desa Mandiri Internet

    Tribun Maluku | Berita Maluku Terkini
    Facebook X (Twitter) Instagram YouTube WhatsApp Telegram LinkedIn Pinterest
    • Redaksi
    • Hubungi Kami
    • Ketentuan Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • UU Pers dan Pedoman Media Siber
    • Hak Jawab
    © 2025 Tribun Maluku

    Ketik diatas dan tekan Enter untuk mencari. tekanEsc untuk membatalkan.