Penulis: Fitrah Ainun Mutmainnah Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.
Suriah telah menjadi medan perang bagi kepentingan global sejak meletusnya konflik pada tahun 2011. Proxy war di negara ini telah mengakibatkan kehancuran yang tak terhitung jumlahnya, membawa bangsa ini ke tepi kehancuran. Konflik Suriah bukan hanya merupakan pertarungan antara kepentingan regional, tetapi juga menjadi medan pertarungan rivalitas global antara kekuatan-kekuatan besar.
Dalam memahami dampak dan konsekuensi dari proxy war ini, Suriah menjadi studi kasus yang rumit namun sangat penting untuk dianalisis.
Pertama, konflik di Suriah telah menciptakan krisis kemanusiaan yang meluas.
Jutaan warga Suriah terpaksa meninggalkan rumah mereka, baik sebagai pengungsi di dalam negeri maupun melarikan diri ke negara-negara tetangga. Kelaparan, kekurangan air bersih, dan akses terbatas terhadap layanan medis telah menghantui rakyat Suriah. Ini adalah dampak langsung dari campur tangan asing dalam perang saudara yang merusak.
Selain itu, perang di Suriah telah memicu eskalasi ketegangan antara kekuatan regional. Keterlibatan Iran, Rusia, Turki, dan negara-negara Arab telah memperumit konflik, memperluas pertempuran ke ranah yang lebih luas dan mengaburkan garis-garis pertempuran. Sementara itu, intervensi asing telah memberi ruang bagi kekuatan non-negara seperti ISIS untuk tumbuh, menambahkan lapisan kekacauan pada konflik yang sudah kompleks ini.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah efek jangka panjang dari proxy war ini terhadap kestabilan dan integritas Suriah. Pecahnya negara ini menjadi sejumlah entitas otonom, dengan berbagai kekuatan asing yang mendukung faksi-faksi yang berbeda, menciptakan kerangka yang hampir tidak mungkin untuk rekonsiliasi nasional. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menghasilkan negara yang hancur, dengan konflik lokal dan kekerasan berkelanjutan sebagai kenyataan sehari-hari.
Akhirnya, perang di Suriah telah mengirimkan pesan yang berbahaya kepada dunia: bahwa negara-negara bisa menjadi medan perang bagi kepentingan luar negeri tanpa pertimbangan konsekuensi manusiawi. Ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam tentang kedaulatan nasional dan tanggung jawab internasional dalam menghadapi konflik bersenjata. Suriah menjadi saksi bisu dari bagaimana kepentingan geopolitik bisa menghancurkan negara dan masyarakatnya.
Suriah telah menjadi medan perang bagi kepentingan global sejak meletusnya konflik pada tahun 2011. Proxy war di negara ini telah mengakibatkan kehancuran yang tak terhitung jumlahnya, membawa bangsa ini ke tepi kehancuran. Konflik Suriah bukan hanya merupakan pertarungan antara kepentingan regional, tetapi juga menjadi medan pertarungan rivalitas global antara kekuatan-kekuatan besar.
Dalam memahami dampak dan konsekuensi dari proxy war ini, Suriah menjadi studi kasus yang rumit namun sangat penting untuk dianalisis.
Konflik di Suriah telah menciptakan krisis kemanusiaan yang meluas. Jutaan warga Suriah terpaksa meninggalkan rumah mereka, baik sebagai pengungsi di dalam negeri maupun melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Menurut data dari Organisasi Kemanusiaan Internasional, lebih dari 6,6 juta orang Suriah menjadi pengungsi, sementara 6,7 juta lainnya mengungsi di dalam negeri, meningkatkan tekanan besar pada infrastruktur dan sumber daya di negara-negara penampung. Kelaparan, kekurangan air bersih, dan akses terbatas terhadap layanan medis telah menghantui rakyat Suriah.
Badan-badan bantuan dan lembaga internasional seperti UNHCR dan UNICEF telah memperingatkan tentang dampak kemanusiaan yang mendalam dan mendesak dibutuhkannya bantuan darurat yang lebih besar.
Disamping itu, perang di Suriah telah memicu eskalasi ketegangan antara kekuatan regional.
Keterlibatan Iran, Rusia, Turki, dan negara-negara Arab telah memperumit konflik, memperluas pertempuran ke ranah yang lebih luas dan mengaburkan garis-garis pertempuran. Menurut pengamat kebijakan luar negeri, tindakan unilateral dari beberapa kekuatan telah memperburuk situasi di Suriah. Mereka mencatat bahwa pendekatan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan akar penyebab konflik telah menjadi salah satu faktor utama dalam memperpanjang kekacauan di Suriah.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah efek jangka panjang dari proxy war ini terhadap kestabilan dan integritas Suriah. Pecahnya negara ini menjadi sejumlah entitas otonom, dengan berbagai kekuatan asing yang mendukung faksi-faksi yang berbeda, menciptakan kerangka yang hampir tidak mungkin untuk rekonsiliasi nasional. Menurut analis kebijakan luar negeri, perpecahan ini telah merusak struktur politik, ekonomi, dan sosial Suriah, menghambat upaya-upaya untuk membangun kembali negara setelah konflik berakhir.
Akhirnya, perang di Suriah telah mengirimkan pesan yang berbahaya kepada dunia: bahwa negara-negara bisa menjadi medan perang bagi kepentingan luar negeri tanpa pertimbangan konsekuensi manusiawi. Ini menimbulkan pertanyaan yang mendalam tentang kedaulatan nasional dan tanggung jawab internasional dalam menghadapi konflik bersenjata. Suriah menjadi saksi bisu dari bagaimana kepentingan geopolitik bisa menghancurkan negara dan masyarakatnya.
Perang di Suriah tidak hanya tragedi kemanusiaan, tetapi juga cerminan dari kegagalan diplomasi internasional dan ketidakmampuan komunitas global untuk mengatasi konflik yang semakin rumit. Dengan setiap serangan udara dan serangan darat, Suriah semakin terjerumus ke dalam jurang kehancuran yang lebih dalam. Mungkin saatnya bagi dunia untuk bersatu, menekankan perlunya solusi politik yang komprehensif, yang mengutamakan kesejahteraan rakyat Suriah di atas segalanya.