Langgur, Tribun-Maluku.com : Pinjaman Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tenggara (Malra) pada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) milik BUMN senilai Rp250 miliar sementara berproses dan menunggu rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Pinjaman Pemkab Malra saat ini sedang berproses dan sampai saat ini menunggu rekomendasi dari Kemendagri RI,” kata Kepala Badan Pendapatan Daerah setempat, Yani Rahawarin, yang didampingi Kepala Bagian Humas Antonius W Raharusun di Langgur, Rabu (4/12/2019).
Yani menyatakan, pinjaman Pemkab Malra pada PT SMI merupakan salah satu alternatif pembiayaan dalam rangka percepatan pembangunan infrastruktur dasar berupa jalan dan jembatan khususnya di wilayah Kei Besar.
“Pinjaman ini sendiri telah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2018 tentang pinjaman daerah,” ungkapnya.
Menurut dia, konsep dasar pinjaman daerah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah.
Pada prinsipnya, PP 56 tahun 2018 diturunkan dari UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan acuan peraturan tersebut, pinjaman daerah dimaksudkan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi Pemda, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Bab V mengenai hubungan Keuangan antara Pemerintah pusat dan Bank sentral, Pemda, serta Pemerintah atau Lembaga Asing, disebutkan selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemda, Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada Pemda, maka pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah pusat dan Pemda.
“Prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya, Pemda dapat melakukan pinjaman daerah, pinjaman daerah harus merupakan inisiatif Pemda dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemda,” ucap Yani.
Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan atau kekurangan kas, Pemda juga dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak Iuar negeri.
Ada beberapa prinsip dasar pinjaman daerah yakni, Pemda tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak Iain, pinjaman daerah dilakukan juga berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemda sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman.
Juga, pendapatan daerah atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah, kemudian proyek yang dibiayai dari obligasi daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan obligasi daerah, dan prinsip yang terakhir seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam APBD.
Menurut Yani, persyaratan umum untuk Pemda dapat melakukan pinjaman meliputi, jumlah sisa pinjam daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75 persen dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu.
“Kemudian, memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah,” katanya.
Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman DSCR (Debt Service Coverage Ratio) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut : DSCR = (PAD + (DBH-DBHDR + DAU) – BW kurang lebih 2,5 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain.
“Pinjaman daerah yang diajukan kepada Pempus, Pemda harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, dan khusus untuk pinjaman jangka menengah dan jangka panjang wajib mendapat persetujuan dari DPRD,” tutur Yani.
Untuk penggunaan pinjaman, kata Yani, penggunaan pinjaman telah diatur sebagaimana jenis pinjaman yakni, pinjaman jangka pendek untuk menutupi kekurangan arus kas, pinjaman jangka menengah untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan, pinjaman jangka panjang untuk membiayai investasi saran prasarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan langsung, tidak langsung, dan memberi manfaat sosial ekonomi.
Sementara, khusus pinjaman jangka panjang dalam bentuk obligasi daerah untuk membiayai kegiatan investasi sarana prasarana dalam rangka pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan sarana prasarana tersebut.
Sementara itu, untuk pembayaran kembali pinjaman, seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan, dan dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjaman kepada pemerintah, kewajiban membayar pinjaman diperhitungkan dengan DAU atau dana bagi hasil yang menjadi hak daerah tersebut.
“Untuk pelaporan pinjaman, Pemda wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan”, tandas Yani. (an/tm)