Paulus Puttileihalat |
Ambon, Tribun-Maluku.com : Tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) pada 2013, Paulus Samual Puttileihalat, mengajukan izin berobat menyusul penahanannya di Rutan Polda Maluku di Tantui, Ambon pada 16 Agustus 2017.
Kadis Kehutanan Maluku, Sadly Iie, di Ambon, Jumat (18/8), mengatakan kuasa hukum tersangka mengajukan permintaan untuk berobat pada 18 Agustus 2017.
Tersangka baru ditangkap di salah satu hotel di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Selasa (15/8) malam.
“Saya telah berkoordinasi dengan para staf maupun Pegawai Penyidik Negeri Sipil (PPNS) untuk menindaklanjuti permintaan berobat tersangka yang sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) Polda Maluku sejak 22 Juni 2017,” ujarnya.
Staf maupun PPNS Dinas Kehutanan Maluku juga telah meninjau tersangka di Rutan Polda Maluku pada 18 Agustus 2017 sebelum izin berobat diterbitkan.
“Pastinya permintaan izin berobat ditindaklanjuti dengan tetap merampungkan berkas untuk pelimpahan tahap kedua ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku dijadwalkan pada pekan depan,” tandas Sadly.
Tersangka Paulus ditangkap di Jakarta Selatan atas kerja sama PPNS Dinas Kehutanan Maluku, Ditreskrimsus Polda Maluku dan Polres Jakarta Selatan.
Setelah ditangkap, tersangka dievakuasi ke Ambon menggunakan pesawat Batik Air terakhir dari bandara Halim Perdana Kusumah pada Rabu (16/8) siang.
Tersangka dijadikan DPO karena tiga kali tidak memenuhi panggilan PPNS Dinas Kehutanan Maluku untuk diperiksa dalam kasus tersebut.
Dinas Kehutanan melalui Gubernur Maluku Said Assagaff menyurati Kapolda Maluku dengan No.522/1510 tertanggal 12 Juni 2017 perihal permohonan menetapkan mantan Kadis PU SBB tersebut sebagai DPO.
Berdasarkan surat Gubernur tersebut, Kapolda mengeluarkan surat No.8/1269/ VI/ 2017 tertanggal 22 Juni 2017 perihal penetapan Paulus Semuel Puttileihalat sebagai DPO.
Paulus menjadi tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di SBB untuk pembukaan jalan sepanjang 13 KM pada 2013 tanpa disertai surat izin pinjam pakai kawasan hutan.
Tersangka didakwa melanggar pasal 50 ayat (3) huruf a, b dan j, junto pasal 78 ayat (2) dan 15 Undang-Undang RI No.41/1999 tentang kehutanan dengan hukuman penjara maksimal 10 tahun dan denda sebesar Rp5 miliar.