Ambon, Tribun Maluku : Polemik kepemilikan tanah di kawasan OSM, Kelurahan Wainitu, Kota Ambon, kembali mencuat.
EL Seorang warga kawasan OSM, kecewa berat setelah permohonan pembuatan sertifikat tanahnya ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.
Padahal, tanah itu diklaim sah milik keluarganya berdasarkan alas hak dari ahli waris keluarga Alfons, pemilik 20 potong Dati Negeri Urimessing dan OSM Masuk dalam dari Kudamati Namun, BPN justru melempar bola panas ke institusi lain.
Diduga hal ini dilakukan karena BPN Kota Ambon main Aman karena ada klaim dari Kodam XV/Pattimura sehingga EL dianjurkan menempuh jalur hukum atau melapor ke Zidam XV Pattimura
“BPN suruh saya tempuh jalur hukum atau berkoordinasi ke Zidam, Padahal saya sudah pegang alas hak. Lalu buat apa ada pertanahan kalau harus ke militer dulu?” keluh EL, warga yang mengurus sertifikat tersebut.
Namun setelah melakukan Investigasi ke BPN Kota Ambon, diduga Kodam XV/Pattimura belum mengakui kalau lahan tersebut dimiliki oleh Keluarga Evans Alfons Ahli waris Jozias Alfons dengan berbagai putusan pengadilan, dari pengadilan Negeri, tinggi bahkan putusan MA yang sudah dikantongi
Lebih ironisnya Kodam diduga tidak pernah mematuhi hasil putusan pengadilan yang dimiliki oleh pihak keluarga Alfons yang sudah Inkrah sehingga mencoba menghalangi pembuatan sertifikat oleh warga.
Merespons hal itu, kepada wartawan Senin (28/04/2025) Kadis BPN Kota Ambon lewat tiga pejabat BPN langsung angkat suara menanggapi permasalahan tersebut.
Frangky M. Luturmas (Kasi Sengketa) didampingi Ivan Frits (Kasi Survey & Pengukuran), dan Dave Pooroe (Kasi Pendaftaran Hak) diruang kerjanya menjelaskan bahwa tidak ada penolakan untuk memproses pembuatan sertifikat warga OSM.
Menurut Luturmas, pihak BPN Ambon belum mau memproses pembuatan sertifikat warga OSM karena lahan yang sama juga diklaim oleh Kodam XV/Pattimura sebagai aset TNI AD.
“Kami tidak bisa memproses kalau status tanah belum jelas. Ini bukan penolakan, tapi kami sarankan warga tempuh jalur hukum atau langsung koordinasi dengan Zidam,” kata Frangky, mencoba meluruskan.
Frangky bahkan mengungkap bahwa pihaknya baru saja mengikuti rapat dengan Kejaksaan Tinggi Maluku dan TNI AD, yang tengah memproses penerbitan Sertifikat Hak Kekayaan Negara (SHKN) untuk lahan yang sama.
“Kami tunggu hasil dari Kejaksaan, Kalau LO (legal opinion) sudah keluar, kami akan ikuti,” ujarnya, seolah menegaskan bahwa BPN tak akan bergerak tanpa restu hukum.
Lebih jauh, ditempat yang sama Ivan Frits menyebut, lokasi tanah yang dimohonkan warga memang masuk dalam peta klaim Kodam XV/Pattimura.
“Untuk hindari konflik, kami arahkan ke jalur hukum. Kodam juga sudah ajukan permohonan ke kami. Jadi kami netral. Tapi selama ada potensi konflik dan tumpang tindih, kami tidak bisa proses,” ujar Ivan.
Ia mengakui bahwa Kodam XV/Pattimura juga telah mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut. Bahkan, Kodam disebut memiliki alas hak dan surat keterangan dari kelurahan.
“Kalau memang nanti hasil LO dari kejaksaan menyatakan hak ada di pihak warga, tentu kami akan tindak lanjuti. Tapi untuk sekarang, posisi kami netral dan menunggu keputusan hukum,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah berkas warga kurang lengkap, Ivan justru mengakui bahwa data administrasi sudah memenuhi syarat.
“Dokumen warga lengkap. Tapi karena kami punya data bahwa ada klaim dari TNI, maka kami tahan dulu,” ucapnya.
BPN pun menyatakan akan mengikuti hasil kajian hukum dari aparat penegak hukum sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
“Kami tidak punya kewenangan menelaah siapa pemilik sah lahan. Itu ranah aparat penegak hukum. Bila LO dari kejaksaan sudah keluar, kami akan menyesuaikan,” tutup Ivan.
Sementara itu dari Informasi yang diperoleh, warga OSM sudah puluhan tahun menempati lahan itu secara turun-temurun dan sudah mendapat alas hak dari keluarga Alfons.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, TNI AD muncul dengan klaim sepihak atas tanah tersebut sebagai aset negara, klaim yang belum pernah dibuktikan di pengadilan.
Kini warga dipaksa memilih menyerahkan nasib tanah mereka ke jalur hukum yang panjang dan penuh ketidakpastian, atau “berdamai” dengan TNI demi selembar sertifikat.