Ambon, Tribun-Maluku: Menyikapi pemberitaan pada media Online Malukubarunews.com terkait dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Ibu Nita Bin Umar pada proses pemilihan anggota DPRD Provinsi Maluku Dapil Kota Ambon, perlu ditegaskan bahwa dugaan tersebut adalah tidak benar dan di nilai sebagai pembohongan publik.
Alasannya, proses penyelenggaraan yang dilakukan mulai dari tingkat KPPS, PPS, PPK hingga KPU tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi tentunya sudah melalui regulasi.
Dan seorang kandidat tidak memiliki ruang untuk melakukan tindakan kecurangan,” kata Jovandri Aditya Kalaimena, Fungsionaris Konsorsium Pemuda Seram kepada Tribun Maluku.com di Ambon, Selasa (19/03/2024).
Menurut Kalaimena, pengawas pemilu dari tingkat PTPS hingga Bawaslu telah diberikan hak konstitusi untuk mengawasi proses penyelenggaraan dan hingga kini tidak ada laporan terkait dugaan kecurangan yang disampaikan oleh media tersebut.
Sehingga dapat dinilai bahwa dugaan yang diberitakan pada media tersebut terkesan fitnah, karena data-data yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta saat perhitungan di tingkat PPK.
Akan tetapi tutur Kalaimena, jika data yang disampaikan merujuk pada data SIREKAP, maka media tersebut harusnya lebih peka dalam meng-update informasi.
Sebab pernyataan Komisioner KPU RI sudah jelas menyatakan bahwa data SIREKAP yang telah dihentikan karena mengalami banyak data yang tidak akurat.
“Mengutip pernyataan Komisioner KPU RI, Idham Holik pada Liputan6.com “kini KPU fokus menampilkan data hasil rekapitulasi secara berjenjang. Artinya, ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader (KPPS) dan Operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota, justru akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka,” ujarnya.
Olehnya itu kata Kalaimena, media tersebut harusnya tidak menyampaikan berita yang mengandung kebohongan, fitnah dan lain-lain agar tetap menjaga kepercayaan publik.
Karena UU Pers No 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatakan, ”Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Lanjutnya, Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, Pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.
Untuk menjamin kemerdekaan Pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme.
Atas dasar itu, maka wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
“Berdasarkan Kode Etik Jurnalistik Pasal 3 wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah,” ungkap Kalaimena.
Dirinya mengimbau, media massa dan jurnalis harus menyajikan berita secara berimbang. Jangan sampai terjadi trial by the press, yakni berita yang menghakimi secara sepihak, sehingga menarik opini publik berprasangka kepada pihak tertentu pada saat proses sedang berjalan.
“Beta (saya) melihat beberapa media mendasarkan pemberitaan dari media sosial, yang tidak menerapkan prinsip jurnalistik sehingga belum teruji validitasnya. Pers harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan tidak memiliki niat buruk dalam memberitakan isu tertentu. Tetapi berdasarkan kaidah jurnalistik yang benar, penulisan berita harus berimbang. Media massa dan jurnalis tidak dibenarkan memasukkan emosi atau pendapat pribadi ke dalam berita. Jangan menyesatkan atau menipu dan menggiring opini khalayak,” tegas Kalaimena.
Sementara itu ditempat yang sama, salah satu pemerhati media, Valenov mengatakan, penulisan berita di Malukubarunews.com perlu dilakukan penyuntingan Berita, karena ada penulisan kata yang tidak sesuai ejaannya.
“Penyuntingan berita dilakukan untuk menghindari kesalahan-kesalahan penulisan informasi yang mungkin terjadi, seperti ejaan (nama, lokasi, dan lainnya), tata bahasa, makna kalimat, pembedaan opini dengan fakta. Sebagai contoh, jabatan Sekertaris Daerah (Sekda) ditulis Setda, di mana pengertian Setda adalah Sekretariat Daerah disingkat Setda adalah unsur pembantu pimpinan pemerintah daerah, yang dipimpin oleh sekretaris daerah di singkat Sekda. Dan ada berapa kata seperti vonis di tulis fonis, pileg ditulis pileq, caleg di tulis caleg, jadi perlu dilakukan penyuntingan berita yang benar dalam penulisan berita yang akan di publikasikan, juga harus memperhatikan agar tidak melanggar kode etik jurnalistik,” ulasnya.
Setelah melakukan revisi sebaiknya di baca kembali berita yang akan dibuat, kemudian revisi lagi, baca lagi, serta revisi lagi berulang kali hingga benar-benar yakin bahwa berita yang ditulis tidak memiliki kesalahan.” tutup Valenov.