Selain dikenal sebagai kampung sepakbola, Tulehu tidak henti-hentinya memproduksi anak muda berbakat yang kaya akan skill untuk mengharumkan nama Maluku dan Tulehu di mata dunia.
Kehebatan desa ini sudah tidak bisa di bendung lagi, kemajuan jaman membuat desa ini tampil sebagai sosok desa pembaharu yang memfokuskan anak muda untuk bersaing secara akal sehat dengan potensi yang ada.
Mungkin sudah biasa mendengar desa ini sebagai penghasil pemain bola handal yang membela timnas Indonesia, siapa saja?
Tentu Legend Imran Nahumarury, Ramdani Lestaluhu, Alvin Tuasalamony, Abdur Lestaluhu dan masih banyak lagi.
Akan tetapi kejutan baru di luncurkan tentu dengan dimensi perform yang berbeda yakni; Sheyla Muzdalifa Lestaluhu, yang juara 3 Liga Dangdut Indosiar (LIDA) 2019 sekaligus menempatkan diri sebagai orang Maluku pertama yang berkontestan dan masuk nominasi juara LIDA Indosiar.
Sheyla juga kini duduk sebagai duta dangdut Maluku, wanita berusia 22 tahun ini, penulis berfikir bisa menyaingi Mita Talahatu yang terus menghibur umat dengan suara khas-nya.
Itulah kejutan-kejutan besar yang diproduksi Desa Tulehu. selain fanorama desa yang indah, desa ini juga menyimpang berbagai tempat rekreasi, semisal pemandian air panas Hatuasa, Wailatu, dan BatuKuda Beach. Itulah Tulehu dimana alam dan manusia-nya sama-sama berkontribusi bagi kemajuan desa ini.
Kemarin, 22 April 2019 saya membaca berita tentang seorang manusia asal Tulehu, Ghazali Ohorella. hadir sebagai keynote speaker dalam International Indigenous Peoples Forum On Climate Change di New York, Amerika Serikat.
Ghazali sebagai seorang idealis pribumi yang bertujuan untuk menginspirasi dan memberdayakan orang-orang pribumi untuk dapat mengubah dunia dimana orang pribumi dapat bertahan dan berkembang.
Pengalaman beliau berpusat pada persimpangan hak asasi manusia(HAM) dan politik internasional dan tentu focus pada hak masyarakat pribumi.
Pada 2018 beliau menjabat sebagai co-kursi dan sekaligus perwakilan dalam negosiasi perubahan iklim dibawah Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC PBB).
1. Kerangka kerja ini tidak menetapkan batas emisi gas rumah kaca yang mengikat terhadap setiap negara dan tidak mencantumkan mekanisme penegakan hukum.
2. Kerangka kerja ini menentukan bagaimana perjanjian internasional tertentu (disebut “protokol”) dapat mengatur batas gas rumah kaca yang benar-benar mengikat.
Apa yang disampaikan Ghazali tentu sangat berpengaruh pada dunia yang kian hari kian tua. Bumi sebagai tempat hidup makhluk hidup perlu dilestarikan agar tidak rusak oleh ancaman sampah plastik dan polusi yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor, kebakaran hutan dan gedung berkaca. Selain itu penempatan penghormatan terhadap masyarakat adat dan nilai-nilai spritualnya harus dilindungi oleh negara.
Jangan heran bila Tulehu terus berafiliasi dalam ruang kemajuan manusianya. Soal karir politisi itu biasa, Tulehu sudah banyak.
Rentetan narasi diatas membuat saya tertarik untuk menulisnya dan begitulah intinya.
Sekian,#Horomate.
*)Penulis adalah Aktivis Mahasiswa
**) Opini ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Tribun-Maluku.com .