Demo Masyarakat Adat Batlale menolak penggusuran |
Ambon, Tribun-Maluku.com : Pemerintah Kabupaten Buru dituding menggunakan hak ulayat masyarakat adat Batlale untuk dijadikan lokasi transmigrasi secara sepihak dan memerintahkan masyarakat mengosongkan lahan yang selama ini ditempati.
“Pemerintah Kabupaten Buru, tidak menggunakan lahan yang telah dihibahkan untuk lokasi transmigrasi. Pemkab Buru malah secara sepihak memerintahkan masyarakat adat dusun Batlale untuk mengosongkan hak ulayat mereka lantaran akan digunakan sebagai lahan transmigrasi, ” kata kuasa hukum masyarakat adat Batlale, Hendrik Lusikoy dari Pos Bantuan Hukum (Posbakum) Ambon. Minggu (1/5) di Ambon..
Diungkapkan Lusikoy, pada tahun 2005 salah satu marga di Air Buaya yakni marga Fua melepaskan lahan kepada Dinas Transmigrasi Kabupaten Buru. Dimana lahan yang dihibahkan marga Fua tersebut berbatasan dengan dusun adat Batlale. Hal mana sesuai berita acara pelepasan hak adat antara Salmin Fua dengan Kepala Dinas Transmigrasi Kabupaten Buru, Mardi Rahyanto.
“Anehnya, lahan yang dihibah marga Fua tidak dijadikan lokasi transmigrasi. Pemkab Buru malah menjadikan lahan mayarakat ada Batlale jadi lokasi transimgrasi,” katanya.
Bahkan, guna melanggengkan pengusiran masyarakat adat Batlale tersebut, pemerintah kabupaten Buru menggunakan jasa Babinsa setempat guna melakukan intimidasi kepada masyarakat adat Batlale.
“Kami juga mempertanyakan keterlibatan TNI Angkatan Darat dalam hal ini Babinsa, yang ikut mengintimidasi masyarakat Batlale, ” ujar Sekretaris Posbakum Ambon ini.
Posbakum juga sangat menyayangkan sikap pemerintah Kabupaten Buru yang segera melakukan penggusuran pemukiman masyarakat adat Batlale, termasuk juga penggusuran terhadap rumah ibadah Santa Maria milik warga adat Batlale.
Padahal, lanjut Lusikoy, negara telah menjamin hak hak masyarakat adat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 tentang hak hak adat masyarakat.
Lusikoy menambahkan, Pemerintah Kabupaten Buru telah melakukan pelanggaran hal asasi sebagaimana tercantum dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia khususnya pasal 6 ayat 1 dan 2.
“Hal ini akan kami laporkan ke Komnas HAM pusat selain tentunya kami selaku kuasa hukum akan menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata, ” tandasnya.