Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 telah mengakomodasi berbagai macam partisipasi masyarakat dalam materi muatannya sebagai bentuk pengakuan terhadap otonomi asli desa, sebuah perbaikan mengingat selama ini dalam berbagai macam Undang-Undang yang mengatur mengenai Desa, partisipasi masyarakat tidak terlalu diakomodasi.
Terdapat tiga bentuk partisipasi yakni partisipasi dalam pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan pengawasan kebijakan yang dapat dilakukan secara voice, akses, dan kontrol.
Adanya berbagai macam partisipasi tersebut pada awalnya bertujuan untuk mewujudkan desa yang mandiri yang dapat menumbuhkan kesejahteraan di desa. Kemudian, secara umum telah terdapat kesesuaian antara cita hukum dan bentuk partisipasi yang menjadi norma dalamUndang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, meskipun masih diperlukan perbaikan khususnya dalam aspek keuangan desa.
Perwujudan asas partisipasi tersebut juga terdapat dalam bagian hak dan kewajiban masyarakat desa dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 68 yang mengatur hak dan kewajiban masyarakat desa sehingga mampu menunjang sebuah kesatuan masyarakat yang partisipatif.
Secara umum sudah terdapat kesesuaian di antara berbagai bentuk partisipasi dengan tujuan pengaturannya, sebenarnya masih terdapat bentuk kewenangan dan hak berpartisipasi lain yang dapat diberikan kepada masyarakat dalam berbagai bidang pengelolaan desa seperti dalam hal pengelolaan keuangan desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggung jawaban.
Amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pengelolaan keuangan desa sebagian dilimpahkan oleh Kepala Desa kepada perangkat desa yang telah ditunjuknya. Mengingat besarnya jumlah dana desa dan resiko praktik korupsi yang nanti akan dihadapi dalam pengelolaan tersebut, akan lebih baik apabila masyarakat desa mempunyai akses untuk mengetahui pengelolaan keuangan desa tersebut.
Kepala desa secara yuridis memang mempunyai kewajiban untuk memberikan dan/atau meyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat desa setiap akhir tahun anggaran, yang tentu saja meliputi informasi mengenai pengelolaan keuangan desa.
Namun, apabila Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memang menghendaki sebuah pemerintahan desa yang demokratis, akan lebih baik apabila partisipasi masyarakat dalam pengelolaan keuangan tersebut tidak sebatas pada partisipasi pasif yang harus menunggu setiap akhir tahun anggaran.
Masyarakat desa seharusnya benar-benar diberikan partisipasi secara aktif untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa tersebut, sehingga akan timbul sebuah check and balances antara pemerintah dan masyarakat desa terkait pengelolaan keuangan desa.
Selain dalam aspek pengelolaan keuangan desa, akan lebih baik apabila masyarakat juga diberikan kewenangan untuk ikut menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa).
Selama ini dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disebutkan bahwa rancangan APB Desa diajukan oleh Kepala Desa dan dimusyawarahkan bersama BPD. Seharusnya, apabila Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa benar-benar bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan desa melalui penguatan terhadap kemandirian desa, mekanisme perancangan tersebut juga melibatkan peran masyarakat, sehingga masyarakat benar-benar tahu bagaimana program belanja desa dalam setiap tahun anggaran.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dalam hal keuangan dan APB Desa, bentuk partisipasi masyarakat yang diakomodir dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa masih sangat terbatas dan perlu untuk diperbaiki.
Hal tersebut bertujuan agar selain mewujudkan sebuah pengelolaan keuangan dan APB Desa yang demokratis, juga bisa menjadi sarana pemberdayaan yang sangat baik bagi masyarakat selain juga agar terdapat prinsip keterbukaan dalam pengelolaan aset desa untuk meminimalisir praktik-praktik korupsi yang bisa timbul dalam hal tersebut.
Dengan melihat narasi normatif di atas, maka saya sangat berharap dengan adanya amanah Undang-Undang No 6 tahun 2014, diperlukan penambahan peran bagi masyarakat dalam bidang pengelolaan keuangan desa dan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, sehingga terwujudnya transparansi dan demokrasi dalam pengelolaan aset desa untuk meminimalisir terjadinya praktik korupsi terhadap aset dan dana desa.
Sudah hampir lima tahun dana desa berjalan peran masyarakat desa belum maksimal dalam pembuatan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan pengawasan kebijakan yang dapat dilakukan secara voice, akses, dan kontrol, khususnya di Provinsi Maluku banyak terjadi masalah terkait dengan dugaan praktek korupsi dana desa.
Contohnya, masyarakat Desa Asilulu Kecamatan Leihitu Kabupaten Malteng yang mendesak Kejari Ambon untuk segera menindaklanjuti laporan terkait kasus dugaan korupsi ADD-DD Asilulu, dan ada juga beberapa laporan warga masyarakat di beberapa desa di kota/kabupaten se-Maluku.
Masalah praktek korupsi yang terjadi itu karena peran masyarakat belum maksimal dan pemerintah desa juga kurang informatif.
Oleh karena itu, berbagai tahapan dalam partisipasi yang dapat dilakukan oleh masyarakat, tujuannya atas pengaturan berbagai macam partisipasi masyarakat yang telah diakomodir tersebut adalah untuk menciptakan desa yang mandiri dan demokratis, yang ditunjang oleh masyarakat desa yang berdaya dan kreatif, sehingga diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan bagi desa dan masyarakatnya. Oleh : Jamaludin Mahulette, ST. (Ketua LSM Planning Maluku).