Oleh: Gaston Otto Malindir, S.I.P
Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang terkenal akan keberagamaannya. Perbedaan suku, budaya, bahasa daerah, kultur, agama dan kelompok-kelompok sosial lainnya merupakan kekayaan tersendiri bagi Negara Indonesia.
Semboyan Bineka Tunggal Ika yang seringkali disuarakan tentunya bukan hanya sekedar isapan jempol belaka, melainnya filosofi bangsa yang diyakini dapat menyatukan Bangsa Indonesia ditengah perbedaan yang ada.
Salah satu kelompok sosial yang tidak kalah penting perannya bagi Bangsa Indonesia yakni kelompok mahasiswa. Sepanjang sejarah perjalanan Bangsa Indonesia, peran kelompok-kelompok mahasiswa sebenarnya sudah mengambil peran penting bahkan sebelum kemerdekaan.
Kita mengetahui bersama bagaimana perjuangan yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda sejak Tahun 1922 yang dengan lantang menyuarakan keresahan-keresahannya akan apa yang terjadi di Indonesia pada saat itu. Meskipun berada disarang musuh, lantas tidak membuat mereka gentar untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Pasca kemerdekaan 1945 menjadi angin segar dan pembakar semangat bagi kelompok mahasiswa untuk secara aktif terlibat dalam organisasi-organisasi kemahasiswaan, baik organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun ekstra kampus.
Sejak Tahun 1947 berdirilah Himpunan Mahasiswa Islam sebagai organisasi ekstra kampus pertama di Indonesia pasca kemerdekaan, kemudian diikuti oleh organisasi-organisasi ekstra kampus lainnya seperti Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan organisasi ekstra kampus lainnya.
Organisasi kemahasiswaan baik intra kampus seperti BEM, HIMA Fakultas, HIMA Jurusan, maupun organisasi ekstra kampus memiliki peran penting dalam berbangsa dan bernegara.
Berlandaskan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 28) maka organisasi-organisasi ini memiliki landasan konstitusional baik secara kelompok maupun sebagai representasi masyarakat dalam menyuarakan kepentingan orang banyak.
Dalam tatanan politik Indonesia, organisasi kemahasiswaan merupakan kelompok penekan (pressure group) yang setiap saat mengawasi kinerja pemerintah dan lembaga-lembaga Negara yang sewaktu-waktu dapat memberikan kritik baik secara lisan maupun tulisan ketika terdapat hal yang mengganjal dari kinerja aparatur negara.
Dengan kontol dari organisasi-organisasi kemahasiswaan ini juga untuk mencegah agar tidak terjadi kesewenang-wenangan pemerintah.
Hari ini kita sebagai warga Negara Indonesia dihadapkan dengan momentum politik lima tahunan khususnya Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) pada beberapa daerah kabupaten/kota.
Ditengah carut-marut politik menyongsong PILKADA di beberapa daerah salah satunya di empat kabupaten/kota di Maluku, kelompok mahasiswa adalah satu yang diharapkan dapat mengambil peran aktif baik secara langsung maupun tidak langsung pada PILKADA serentak di empat kabupaten/kota di Maluku.
Salah satu peran mahasiswa yakni kontrol sosial (social control) harusnya mampu untuk dimanfaatkan dimomentum PILKADA agar dapat menetralisir segala bentuk kepentingan yang dapat merugikan masyarakat umum.
Untuk mewujudkan peran mahasiswa dalam melakukan kontrol dalam momentum PILKADA, maka hal utama yang harus dijaga adalah sikap netral dari organisasi/kelompok mahasiswa. Netral dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah; tidak berpihak (tidak ikut atau tidak membantu salah satu pihak).
Jika dikaitkan dengan PILKADA serentak di Maluku hari ini, maka kelompok mahasiswa intra kampus baik, BEM, HIMA Fakultas, HIMA Jurusan, maupun organisasi ekstra kampus seperti HMI, GMNI, PMII dan organisasi ekstra kampus lainnya harus bebas dari intervensi kelompok manapun ataupun tidak melakukan politik praktis dengan mendukung pasangan calon yang akan bertarung dalam Pilkada serentak di Maluku.
Harapan besar masyarakat agar masyarakat pastinya agar kelompok mahasiswa dapat mengambil peran dalam mengontrol dan mengawal setiap tahapan dalam Pilkada.
Meskipun tidak dipungkiri, bahwa organisasi mahasiswa seringkali menjadi incaran kelompok kepentingan yang akan bertarung di Pilkada, karena selain memiliki basis dan pengetahuan yang mumpuni sebagai kaum intelek, dapat juga menjadi daya tarik untuk meraup simpati dari kelompok mudah.
Beberapa organisasi besar seperti HMI, GMNI, PMII dan organisasi ekstra kampus lainnya merupakan organisasi yang paling sering menjadi incaran kelompok kepentingan dalam PILKADA, selain karena pengetahuan yang mumpuni, juga memiliki basis organisasi dan jaringan yang luas yakni skala nasional.
Apalagi antusiasme yang sangat tinggi pada setiap momentum politik datang dari kelompok muda, sehingga tidak diragukan lagi bahwa organisasi kemahasiswaan adalah sasaran dari kelompok-kelompok berkepentingan dalam Pilkada.
Tidak jarang juga intervensi saat Pilkada seringkali datang dari para senior yang notabennya tidak lagi aktif secara keanggotaan diorganisasi.
Untuk menjaga agar kontrol sosial sebagai salah satu peran mahasiswa dapat diaplikasikan dimasa PILKADA serentak di Maluku, maka organisasi-organisasi kemahasiswaan baik intra kampus maupun ekstra kampus yang harus menjaga netralitasnya dengan berpegang teguh pada idealismenya.
Organisasi kemahasiswaan harus netral dan bebas dari intervensi kelompok manapun, baik yang mengatasnamakan senior, partai politik maupun kelompok kepentingan lainnya.
Menjaga netralitas organisasi kemahasiswaan pada PILKADA serentak di Maluku tidak akan menghilangkan hak politik tiap-tiap individu anggota akan hak politiknya untuk memilih.
Netral dalam konteks organisasi kemahasiswaan bukan berarti tidak memilih, melainkan menjaga jatidiri sebagai kelompok yang menjunjung tinggi idealisme. Organisasi kemahasiswaan yang mudah dipengaruhi oleh kepentingan dimasa PILKADA (tidak netral) adalah organisasi kemahasiswaan yang kehilangan jatidirinya.
Salam Pergerakan……!! Hidup Mahasiswa……..!!
* Penulis adalah Koordinator Perhimpunan Mahasiswa Aru-Bandung