Menurutnya pengakuan Saksi tergugat Kodam XVI Pattimura kalau untuk menempati OSM telah dilakukan Ovokasi oleh tentara pada saat penumpasan RMS, dan Ovokasi yang dilakukan menurut Saksi ahli tidaklah kadarluwarsa.
Diakuinya sebelum Belanda masuk tanah OSM memang adalah tanah adat negeri Urimessing, dan pada saat belanda masuk dialihkan menjadi ehendom ferfomding, setelah Indonesia merdeka sesuai dengan undang-undang nomor 5 tahun 60 yang menyatakan kepada siapa yang mengakui lahan tersebut untuk melakukan konfersi , tetapi ternyata tidak dilakukan sehingga ditetapkan sebagai tanah Negara.
Karena tanah itu sebagai tanah Negara, maka siapapun yang mendiami sekarang diberikan prioritas untuk memperoleh hak milik diatas tanah Negara tersebut, untuk itu penggugat secara faktual menguasai dengan demikian mereka mempunyai hak.
Walaupun demikian adapula hukum adat sehingga harus ada kompromi-kompromi yang harus dilakukan, tetapi pengakuan hukum terhadap masyarakat dalam hal ini penggugat lebih besar dari Kodam maupun Negeri Urimessing.
Ia menambahkan kalau warga OSM sebagian sudah memiliki sertifikat yang tidak diurus di negeri Urimessing tetapi pengakuan RT yang diteruskan ke lurah, camat yang kemudian diproses menjadi hak milik, menurutnya itu adalah fakta hukum.
Yang menjadi permasalahan sekarang menurut Waeleruni apakah Negeri Urimessing terus-menerus berusaha menguasai atau tidak dan kalau berusaha menguasai maka pastinya akan melalui negeri Urimessing.
Untuk itu sesuai dengan saran saksi Ahli pada persidangan haruslah ada kompromi antara pemerintah negeri Urimessing dengan warga OSM yang sudah mempunyai sertifikat tersebut (TM-05)