Ambon, Tribun-Maluku.com – Proses hukum atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Keuangan Desa Tahun 2015 – 2018 di Negeri Tawiri yang ditangani langsung oleh Kejaksaan Tinggi Maluku dan Kejaksaan Negeri Ambon hingga kini masih terus berjalan.
Tiga tersangka atas kasus ini masing-masing, mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw, Ketua Pelaksana Kegiatan Semuel Rikumahu dan Kaur Pemerintahan, Arcilaus Latulola.
Dalam kasus ini, ketiga tersangka diduga menyelewengkan 3 Miliar rupiah uang desa.
Setelah menilai Jaksa sewenang-wenang, pihak keluarga Arcilaus Latulola kembali beberkan fakta lainnya.
Kali ini, keluarga menyoroti soal munculnya kasus ini hingga penetapan kerugian negara yang terbilang fantastis sebesar Rp3 Miliar.
Stevanus Latulola, adik kandung Arcilaus Latulola salah satu tersangka ini menilai kasus yang dialami kakaknya adalah kasus pesanan. Ia kemudian membeberkan sejumlah fakta yang mendasari penilaiannya itu.
“Pertanyaannya, sejak kapan Tawiri punya pendapatan asli desa diluar dana desa lalu dikelola Pemerintah setempat yang keuntungannya mencapai miliaran rupiah. Siapa yang bisa tunjukkan? Itu pertama!” tantangnya, kepada media ini, Kamis (17/3/2022).
Fakta lainnya, soal pendapatan desa di sepanjang tahun 2015 hingga 2018 yang Jaksa klaim sebesar Rp3 Miliar diselewengkan.
“Dari tahun 2015 sampai dengan 2018, tidak pernah ada pemasukan di desa ini apa lagi sampai Rp 3 miliar. Kalau ada transaksi sebesar itu masuk ke desa, saya minta tunjuk bukti ! Uang itu dari siapa, untuk membayar apa, dan di rekening negeri yang mana, tunjukkan itu!” kembali tantangnya.
Berikutnya, lanjut Stevanus, rujukan yang menjadi dasar selama dilakukan pemeriksaan atas kasus ini oleh Jaksa yaitu laporan pertanggungjawaban APBDes 2015 – 2018.
“Katanya penyimpangan keuangan di luar dana desa, tapi nyatanya selama ini orang-orang yang diperiksa rujukannya laporan pertanggungjawaban APBDes Pemerintah Negeri Tawiri 2015 – 2018. Semua orang yang diperiksa mulai dari Saniri sampai dengan staf desa dan masyarakat, pertanyaannya adalah berkisar soal pengelolaan APBDes. Lalu yang dimaksud penyimpangan keuangan desa diluar dana desa itu yang mana pak Jaksa, tunjukkan buktinya?” kembali desaknya.
Bahkan atas klaim Jaksa tersebut, lanjut Stevanus, pihak keluarga siap beberkan bukti laporan pertanggungjawaban penggunaan ADD dan DD Tawiri TA 2015 – 2018.
“Mereka punya data, kakak saya juga punya bukti laporan pertanggungjawaban selama 2015 – 2018 lengkap. Mau bukti fisik di lapangan, nanti kami tunjukan dan bukti kuitansi belanja total anggaran yang dikeluarkan. Laporannya ada! Makanya kami siap beradu dengan Inspektorat Ambon dan Kejaksaan soal data. Kalau datanya rekayasa, akan ketahuan nanti,” tegasnya.
Stevanus mengaku tak keberatan jika kakaknya harus menjalani proses hukum tapi harus fair.
“Kalau memang salah ya diproses hukum karena itu kerjaan mereka selaku Jaksa. Tapi kalau kasusnya tidak ada, lalu diada-adain, itu yang kami keluarga tidak terima. Makanya kenapa saya menilai bahwa ini kasus pesanan. Karena saya punya alasan seperti yang sudah saya beberkan tadi,” tegasnya.
Bagi Stevanus, kasus dugaan korupsi yang menimpa kakaknya sangat menarik jika disimak dari sisi yang lain.
“Saya kurang tahu itu, pendapatan lain di luar dana desa itu apa? Mungkin negeri ini punya usaha tambang emas atau sektor lainnya sampai menghasilkan uang hingga miliaran rupiah lalu dikorupsi sama raja, kakak saya dan saudara Semi,” sindir dia sembari tertawa lepas.
Stevanus juga menyoroti masalah penetapan tersangka yang menurutnya sangat-sangat tidak masuk akal.
“Kakak saya ini jadi tersangka atas dugaan penyimpangan keuangan desa diluar dana desa, tapi data yang digunakan sebagai dasar penetapan tersangka yaitu APBDes 2015 – 2018. Ini kan aneh bin ajaib dan sangat-sangat tidak masuk akal. Istilahnya latihan lain, main lain,” sindirnya lagi.
Stevanus kemudian membandingkan kasus Tawiri dengan Dana Desa Urimessing yang sampai saat ini mandek di Inspektorat Ambon padahal sudah 5 tahun.
“Itu kan kasus Dana Desa Urimessing sangat menarik. Jaksa begitu sopan hormat kepada Inspektorat yang juga belum menyerahkan hasil audit walau sudah diminta sampai tiga kali dengan surat resmi. Bahkan sudah masuk 5 tahun mandek. Tapi di kasus Tawiri ini beda! Jaksa malah terkesan kalap sampai Kepala Inspektorat Ambon juga dipanggil dan diperiksa. Dan dalam hitungan sebulan, tersangka langsung ditahan padahal rujukannya dana desa juga,” bebernya.
Stevanus menegaskan, bahwa apa yang disampaikannya atas dasar data dan fakta lapangan.
“Silahkan publik menilai sendiri,” singkatnya.
Kasie Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Wahyudi Kareba yang dikonfimasi media ini membantah tudingan soal kasus penyimpangan keuangan desa Tawiri ini adalah pesanan.
“Ah, itu tidak benar, ndak ada itu. Kami tidak mengenal apa itu pesanan. Yang ada itu laporan masyarakat. Kan wajar to…kalau laporan masyarakat kita telaah. Jadi kalau ada indikasi maka kita proses, tapi kalau tidak ada, ya kita tutup. Jadi tidak ada itu namanya pesanan-pesanan,” bantahnya.
Wahyudi juga menanggapi soal pernyataan jika kasus ini merupakan rekayasa.
“Kami tidak pernah mengenal apa itu rekayasa, tujuannya apa? Kami melaksanakan fungsi-fungsi kami berdasarkan fakta-fakta yang kami temukan minimal dua alat bukti dan kemudian ditindaklanjuti. Jadi tidak ada itu kami rekayasa kasus,” tegasnya.
Ketika disinggung soal kasus ini masih berkaitan dengan perkara sebelumnya, yaitu penjualan lahan Tawiri kepada AL, Wahyudi juga membantahnya.
“Kasus ini tidak ada hubungan dengan perkara lahan Tawiri yang dijual ke AL, sudah selesai itu,” jelasnya.
Wahyudi memastikan bahwa kasus yang ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku bersama dengan Kejaksaan Negeri Ambon ini berkaitan dengan penyimpangan keuangan desa.
“Jadi, ini bukan berkaitan dengan dana desa tetapi ada pendapatan desa lainnya yang diselewengkan selama 2015 – 2018. Desa ini punya pendapatan lain diluar dari dana desa yang kemudian diselewengkan. Dan ini juga diluar dari kasus penjualan lahan untuk AL itu,” sambungnya.
Mantan Kasie Pidsus Kejari Ambon ini memastikan jika berkas telah lengkap maka kasus ini segera disidangkan.
Sementara itu, informasi yang dihimpun media ini, penyidik Kejati Maluku kembali memanggil lebih kurang 30 orang dari Tawiri untuk dilakukan klarifikasi atau konfirmasi.
Menariknya dalam surat tertanggal 27 Februari 2022 yang ditandatangani Aspidsus Kejati Maluku M. Rudy, SH, MH ini menyinggung soal Audit Perhitungan Kerugian Negara atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penggunaan Keuangan Desa (Dana Desa dan Alokasi Dana Desa) Tahun 2015 – 2018.
Permintaan klarifikasi atau kondirmasi dilaksanakan pada 1 – 2 Maret 2022.
Arcilaus Latulola telah mendekam di Rutan Waiheru pasca dieksekusi Jaksa Penuntut Umum pada 27 Januari 2022, sementara Semuel Rikumahu lebih dulu dieksekusi pada Selasa (25/1/2022).
Sedangkan mantan Raja Tawiri Josep N. Tuhuleruw telah mendekam di penjara pasca vonis 6 tahun penjara dalam kasus pengadaan lahan Tawiri untuk AL.
Tuhuleruw sementara melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Ambon.