Ambon, Tribun-Maluku.com : Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Maluku bertekad merampungkan berkas tersangka kasus penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun 2013, Paulus Samuel Puttileihalat.
“Kami tinggal memeriksa satu orang saksi untuk melengkapi berkas sesuai arahan penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku,” kata Kadis Kehutanan Provinsi Maluku, Adzam Bandjar yang dikonfirmasi, Rabu (7/9).
Sebelumnya telah diperiksa tiga saksi, yakni mantan Kadis Kehutanan SBB Zeth Selanno, Plt Kadis Kehutanan SBB Woody Timisela dan mantan Kepala Bappeda SBB Sofyan Sitepu.
“‘Kan penyidik mengarahkan perlunya 10 saksi, makanya PPNS intensif memenuhinya dengan tekad sesegera merampungkan berkas untuk dilimpahkan kembali ke Kejati Maluku,” ujar Kadis.
Apalagi, majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon telah menolak praperadilan tersangka Paulus sehingga PPNS Dishut Maluku siap memprosesnya sesuai ketentuan hukum maupun perundangan-undangan terkait lingkungan hidup.
Bahkan, tim PPNS Dishut Maluku telah meminta dokumen yang dibutuhkan terkait kasus tersebut di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Tim ke Jakarta sejak 29 Agustus 2016 dan tidak ada hambatan soal alat bukti menjerat Paulus yang saat ini masih menjadi Penjabat Kadis PU SBB,” kata Adzam.
Kasus ini berawal saat personel Dishut Provinsi Maluku bersama Ditreskrimsus Polda setempat melakukan operasi gabungan menindaklanjuti pembukaan ruas jalan di kawasan Ariate-Waisala, Kabupaten SBB, pada tahun anggaran 2013.
Tim menemukan penyerobotan hutan produksi dan kawasan konservasi di Gunung Sahuwai tanpa izin dari Menteri Kehutanan untuk proyek yang dikerjakan PT Karya Ruata.
Setelah melakukan penyelidikan, PPNS Kehutanan menetapkan Paulus sebagai tersangka pada 4 Januari 2016.
Dia dijerat dengan pasal berlapis, yakni pasal 50 ayat (3) huruf a dan j, pasal 78 ayat (2) dan ayat (9) serta ayat (15) UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Jo UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Ancaman hukumannya 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar.