Ambon, Tribun Maluku: Ketimpangan gender di Maluku selama lima tahun terakhir sangat fluktuatif. Sejak tahun 2018 hingga 2022, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) berkurang sebesar 0,005 poin. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2019 yaitu sebesar 0,015 poin dari 0,532 menjadi 0,547.
Penurunan ketimpangan gender terbesar terjadi pada tahun 2020, turun 0,013 poin yang utamanya dipengaruhi oleh menurunnya ketimpangan dalam dimensi pemberdayaan dan dimensi pasar tenaga kerja.
Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat dari 50,5 persen pada tahun 2019 menjadi 53,52 persen pada tahun 2020, sementara tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki turun dari 77,28 persen pada tahun 2019 menjadi 76,49 persen pada tahun 2020,” kata Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, Maritje Pattiwaelapia, SE. M.Si di Ambon, Rabu (2/8/2023).
Menurut Pattiwaelapia, ketiga dimensi pembentuk Indeks Ketimpangan Gender (IKG) masing-masing masih fluktuatif. Indeks dimensi kesehatan menurun pada tahun 2019 dan kembali naik pada tahun 2021.
Untuk indeks dimensi pemberdayaan naik pada tahun 2019-2020, sebaliknya menurun pada tahun 2021-2022. Sedangkan untuk indeks pasar tenaga kerja terjadi kenaikan dari tahun 2019- 2021, sebaliknya pada tahun 2022 terjadi penurunan.
Dimensi kesehatan reproduksi perempuan dibentuk dari dua indikator, yaitu proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan (MTF) dan proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang saat melahirkan hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun (MHPK20).
Pada tahun 2018 angka MTF sebesar 66,8 persen, kemudian secara berturut-turut turun hingga menjadi 53,5 persen pada tahun 2022.
Pada tahun 2018 MHPK20 sebesar 20 persen, kemudian pada tahun 2019 meningkat menjadi 25,4 persen. Pada dua tahun berikutnya menurun menjadi 23,8 persen dan 20,4 persen, tetapi kemudian meningkat kembali pada tahun 2022 menjadi 21,2 persen.
Dimensi pemberdayaan dibentuk oleh 2 dua indikator, yaitu persentase anggota legislatif dan persentase penduduk 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas.
Selama periode 2018- 2022, persentase perempuan anggota legislatif pada tahun 2019-2022 cenderung menurun, sedangkan persentase anggota laki-laki makin meningkat. Kondisi ini merepresentasikan peran perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan cenderung belum setara.
Persentase penduduk usia 25 tahun ke atas berpendidikan SMA ke atas selama kurun waktu yang sama juga meningkat, baik laki-laki maupun perempuan. Persentase laki-laki pada tahun 2018 sebesar 50,54 persen meningkat menjadi 51,49 persen pada tahun 2022 (meningkat 0,95 persen poin), serta persentase perempuan meningkat dari 45,51 persen pada tahun 2018 menjadi 48,71 persen pada tahun 2022 (meningkat 3,2 persen poin).
Dimensi pasar tenaga kerja direpresentasikan dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK).
Selama tahun 2018-2022 TPAK perempuan dan laki-laki cenderung meningkat. TPAK laki-laki pada tahun 2018 sebesar 77,50 persen meningkat menjadi 78,33 persen pada tahun 2022 (meningkat 0,83 persen poin), sementara TPAK perempuan meningkat dari 50,05 persen pada tahun 2018 menjadi 52,47 persen pada tahun 2022 (meningkat 2,42 persen poin).
Peningkatan TPAK laki-laki yang lebih tinggi dibandingkan perempuan membuat kesempatan berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja antara perempuan dan laki-laki cenderung belum setara.
Dikatakan, capaian Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di tingkat kabupaten/kota di Maluku selama kurun waktu 2018-2022 mengindikasikan perkembangan ketimpangan gender yang semakin baik.
Setiap tahun sebagian besar provinsi mengalami penurunan ketimpangan gender. Pada tahun 2022, ketimpangan gender paling rendah dicapai oleh Kota Ambon (0,496), diikuti oleh Kepulauan Tanimbar (0,522), Maluku Tenggara (0,549), Kota Tual (0,561), dan Maluku Barat Daya (0,571).
Sebanyak 8 Kabupaten/kota mengalami kenaikan ketimpangan gender dibandingkan 2021. Kabupaten Maluku Tenggara mengalami kenaikan ketimpangan gender paling tinggi sebesar 0,061 poin. Kenaikan ketimpangan gender di Maluku Tenggara terutama didorong oleh perbaikan dimensi kesehatan reproduksi dan dimensi pasar tenaga kerja.
Pada dimensi kesehatan reproduksi didorong oleh indikator perempuan usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan (MTF) yang naik sebesar 28,6 persen poin.
Pada dimensi pasar tenaga kerja dipengaruhi oleh perbaikan indikator persentase perempuan 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas yang meningkat.