Ambon,Tribun-Maluku.com : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kini sedang gencar gencarnya melakukan pemberantasan korupsi di Maluku, diminta membuka kembali kasus dugaan suap atau grativikasi pada Kementrian PUPR, yang melibatkan mantan kepala BPJN Maluku dan Maluku Utara, Amran Mustari, salah satu anggoya DPR RI dari fraksi PDIP, Damayanti, serta Abdul Khoir salah satu pengusaha di Maluku.
Lantaran sejauh ini masih ada pihak pihak yang diduga ikut mendapat keuntungan dalam kasus tersebut, yang belum tersentuh hukum.
Hal ini diungkapkan Edwin Sambono salah satu pegiat anti korupsi di Maluku kepada media ini, Senin (8/7/2019).
Dijelaskan Sambono, dalam kasus grativikasi pada dinas PUPR yang ikut melibatkan Damayanti ini, ada juga pihak pihak yang diduga ikut mendapat keuntungan dalam kasus tersebut. Salah satu yang diduga ikut mendapat keuntungan dalam kasus ini adalah Sam Latuconsina.
“Terkait kasus Damayanti ini, Sam Latuconsina diduga mendapat atau menerima uang sebesar Rp. 300 juta. Dan itu yang kami desak agar KPK membuka lagi kasus tersebut, ” bebernya.
Diungkapkannya, jika KPK mampu menangani kasus dugaan grativikasi pada tiga kabupaten di Maluku, yang terjadi pada kurun waktu 2011 hingga tahun 2016. Maka sudah sewajarnya KPK membuka juga kasus suap Damayanti ini.
“Jika KPK tidak membuka kembali kasus dugaan suap Damayanti ini, maka kami menduga ada tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Oleh karena itu kami mendesak KPK guna membuka kembali kasus suap Damayanti, ” tegasnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya dalam kasus dugaan suap kementrian PUPR itu, Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir memberikan suap kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary. Sementara, keempat anggota dewan yang menerima suap dari Abdul yakni Andi Taufan Tiro, Musa Zainuddin, Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto. Total keseluruhan uang suap tersebut hampir mencapai Rp40 miliar.
Kemudian dalam perkembangannya, saat pemeriksaan kasus ini, Sam Latuconsina juga disebut sebut dan diduga menerima uang sebesar Rp. 300 juta